Selasa, 16 April 2013

MAKALAH "PRODUKTIVITAS KERJA"


MAKALAH
"PRODUKTIVITAS KERJA"








DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR …………………………………………………………....… i
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………... ii
BAB I             PENDAHULUAN
                        1.1 Latar Belakang………………………………………………... 1
                        1.2 Rumusan Masalah…………………………………………….. 1
                        1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………… 1
BAB II            PEMBAHASAN
                        2.1 Definisi Produktivitas………………………………………….…2
                        2.2 Konsep Produktivitas…………………………………..……......3
                        2.3 Pengukuran Produktivitas……………………...…………..……..4
                                    2.3.1 Mengukur Produktivitas……...………………….……...5
                                    2.3.2 Metode-metode pokok pengukuran produktivitas.……...5
                        2.4 Peningkatan produktivitas kerja………………………….…......6
                                    2.4.1 Perlengkapan, Material, Dan Tenaga/Energi…………....7
                                    2.4.2 Angkatan Kerja……………………………………….8
                        2.5 Faktor-Faktor yang  Mempengaruhi Produktivitas Kerja………..10
                                    2.5.1 Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas.....12
                        2.6 Penilaian Kinerja…………………………………………………19
                                    2.6.1 Pengertian Penilaian kinerja……...……………………19
                                    2.6.2 Tujuan penilaian kinerja………………………………..19
                                    2.6.3 Kegunaan Penilaian Kinerja………………………………20
                                    2.6.4 Faktor-faktor yang menghambat dalam penilaian kinerja……..22
                                    2.6.5 Jenis-jenis penilaian kinerja…………………………....25
                                    2.6.6 Aspek-aspek yang dinilai……………………………....25
                                    2.6.7 Metode penilaian kinerja……………………………….26
                        2.7 Strategi meningkatkan Produktivitas…..………………………….30
                                    2.7.1 Perencanaan peningkatan system produktivitas………….33
                                    2.7.2 Langkah-langkah program peningkatan system produktivitas...34
                                    2.7.3 Strategi meningkatkan system produktivitas perusahaan……...34
                                  2.7.4 Model peningkatan system produktivitas berorientasi proses…36

                        2.8 Manajemen Perubahan……………………………………………...38
                                    2.8.1 Beberapa definisi manajemen perubahan………………...39
                                    2.8.2 Tantangan terhadap perubahan…………………………...40.
                                    2.8.3 Cara untuk mengatasi tantangan terhadap perubahan…………41
                                    2.8.4 Konsep Gamba Kaizen…………………………………...43
2.8.5 Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya perubahan………44
2.8.6 Memanage perubahan………………………………………….46
2.8.7 Tingkat-tingkat perubahan keorganisasian…………………….47
2.8.8 Proses perubahan yang direncanakan………………………….50
2.8.9 Tipe perubahan keorganisasian………………………………...51
                        2.9 Sepuluh macam factor dalam manajemen perubahan secara efektif……52
                      2.10 Model adkar untuk manajemen perubahan…………………………53
                      2.11 Study Kasus……………………………………………………....54

BAB III        PENUTUP
                        3.1 Kesimpulan……………………………………………………55
                        3.2 Saran…………………………………………………………..56
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………57













BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit.” Produktivitas adalah suatu pendekatan interdisipliner untuk menentukan tujuan yang efektif, pembuatan rencana, aplikasi penggunaan cara yang produktivitas untuk menggunakan sumber-sumber secara efisien, dam tetap menjaga adanya kualitas yang tinggi. Produktivitas mengikutsertakan pendayagunaan secara terpadu sumber daya manusia dan keterampilan, barang modal teknologi, manajemen, informasi, energi, dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat, melalui konsep produktivitas semesta total.
Produktivitas mempunyai pengertiannya lebih luas dari ilmu pengetahuan, teknologi dan teknik manajemen, yaitu sebagai suatu philosopi dan sikap mental yang timbul dari motivasi yang kuat dari masyarakat, yang secara terus menerus berusaha meningkatkan kualitas kehidupan.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan produktivitas?
2.      Apa factor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja?
3.      Apa ukuran-ukuran penilaian kinerja?
4.      Bagaimana strategi meningkatkan produktivitas kerja?
5.      Apa yang dimaksud dengan Manajemen Perubahan?
1.3 Tujuan Penulisan
1.      Memahami konsep produktivitas secara keseluruhan
2.      Mengetahui factor-faktor yang memperngaruhi produktivitas kerja
3.      Mengetahui ukuran-ukuran dalam penilaian kinerja
4.      Memahami strategi dalam meningkatkan produktivitas kerja
5.      Memahami konsep tentang Manajemen Perubahan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Produktivitas
Secara umum, produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya (ILO, 1979). Greenberg yang dikutip oleh Sinungan (1985) mengartikan produktivitas sebagai perbandingan antara totalitas pengeluaran pada waktu tertentu dibagi totalitas masukan selama periode tersebut.
Pengertian lain produktivitas adalah sebagai tingkatan efisiensi dalam memproduksi barang-barang atau jasa-jasa: “Produktivitas mengutarakan cara pemanfaatan secara baik terhadap sumber-sumber dalam memproduksi barang-barang.”
Produktivitas juga diartikan sebagai :
a.Perbandingan ukuran harga bagi masukan dan hasil.
b.Perbedaan antara kumpulan jumlah pengeluaran dan masukan yang dinyatakan dalam satu- satuan (unit) umum.
Dalam berbagai referensi terdapat banyak sekali pengertian mengenai produktivitas, yang dapat kita kelompokkan menjadi tiga, yaitu :
a. Rumusan tradisional bagi keseluruhan produktivitas tidak lain ialah ratio dari pada apa yang dihasilkan (out put) terhadap keseluruhan peralatan produksi yang dipergunakan (input).
b. Produktivitas pada dasarnya adalah suatu sikap mental yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini lebih baik dari pada kemarin, dan hari esok lebih baik dari hari ini.
   c. Produktivitas merupakan interaksi terpadu  secara serasi dari tiga faktor esensial, yakni: investasi termasuk penggunaan pengetahuan dan teknologi serta riset; manajemen; dan tenaga kerja.


2.2  Konsep Produktivitas
Peningkatan produktivitas dan efisiensi merupakan sumber pertumbuhan utama untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Sebaliknya, pertumbuhan yang tinggi dan berkelanjutan juga merupakan unsur penting dalam menjaga kesinambungan peningkatan produktivitas jangka panjang. Dengan demikian, pertumbuhan dan produktivitas bukan dua hal yang terpisah atau memiliki hubungan satu arah, melainkan keduanya adalah saling tergantung dengan pola hubungan yang dinamis, tidak mekanistik, non linear dan kompleks.Secara makro, sumber pertumbuhan dapat dikelompokkan kedalam unsur berikut:.Pertama, peningkatan stok modal sebagai hasil akumulasi dari proses pembangunan yang terus berlangsung. Proses akumulasi ini merupakan hasil dari proses investasi.Kedua,  peningkatan jumlah tenaga kerja juga memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi.Ketiga,  peningkatan produktivitas merupakan sumber pertumbuhan yang bukan disebabkan oleh peningkatan penggunaan jumlah dari input atau sumber daya, melainkan disebabkan oleh peningkatan kualitasnya. Dengan jumlah tenaga kerja dan modal yang sama, pertumbuhan output akan meningkat lebih cepat apabila kualitas dari kedua sumber daya tersebut meningkat.Walaupun secara teoritis faktor produksi dapat dirinci, pengukuran kontribusinya terhadap output dari suatu proses produksi sering dihadapkan pada berbagai kesulitan. Disamping itu, kedudukan manusia, baik sebagai tenaga kerja kasar maupun sebagai manajer, dari suatu aktivitas produksi tentunya juga tidak sama dengan mesin atau alat produksi lainnya. Seperti diketahui bahwa output dari setiap aktivitas ekonomi tergantung pada manusia yang melaksanakan aktivitas tersebut, maka sumber daya manusia merupakan sumber daya utama dalam pembangunan. Sejalan dengan fenomena ini, konsep produktivitas yang dimaksud adalah produktivitas tenaga kerja. Tentu saja, produktivitas tenaga kerja ini dipengaruhi, dikondisikan atau bahkan ditentukan oleh ketersediaan faktor produksi komplementernya seperti alat dan mesin. Namun demikian konsep produktivitas adalah mengacu pada konsep produktivitas sumber daya manusia.Secara umum konsep produktivitas adalah suatu perbandingan antara keluaran (out put) dan masukan (input) persatuan waktu. Produktivitas dapat dikatakan meningkat apabila:1. Jumlah produksi/keluaran meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya yang sama.2. Jumlah produksi/keluaran sama atau meningkat dengan jumlah masukan/sumber daya lebih kecil dan,3. Produksi/keluaran meningkat diperoleh dengan penambahan sumber daya yang relatif kecil (soeripto, 1989; Chew, 1991 dan pheasant, 1991).
Konsep tersebut tentunya dapat dipakai didalam menghitung produktivitas disemua sektor kegiatan. Menurut Manuaba (1992a) peningkatan produktivitas dapat dicapai dengan menekan sekecil-kecilnya segala macam biaya termasuk dalam memanfaatkan sumber daya manusia (do the right thing) dan meningkatkan keluaran sebesar-besarnya (do the thing right). Dengan kata lain bahwa produktivitas merupakan pencerminan dari tingkat efisiensi dan efektifitas kerja secara total.
Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas.
Kedua pengerian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu dikarenakan, pertama karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan dalam proporsi yang berbeda-beda.
Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini, keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produktivitas pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung, dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung.
2.3 Pengukuran Produktivitas
Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting disemua tingkatan ekonomi. Dibeberapa  Negara maupun perusahaan pada akhir-akhir ini telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu sudah saatnya kita membicarakan alasan mengapa kita harus mengukur produktivitas.

2.3.1 Mengukur Produktivitas
Pada tingkat sektoral dan nasional, produktivitas menunjukkan kegunaannya dalam membantu evaluasi penampilan, perncanaan, kebijakan pendapatan, upah dan harga melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkar pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap perkembangan ekonomi dan seterusnya. Pada tingkat perusahaan, pengukuran produktivitas terutama digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan memdorong efisiensi produksi.
Pertama, dengan pemberitahuan awal, instalasi dan pelaksanaan suatu sistem pengukuran, akan meninggikan kesadaran pegawai dan minatnya pada tingkat dan rangkaian produktivitas.
Kedua, diskusi tentang gambaran-gambaran yang berasal dari metode-metode yang relatif kasar ataupun dari data yang kurang memenuhi syarat sekalipun, ternyata memberi dasar bagi penganalisaan proses yang konstruktif atas produktif.
Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas mungkin terlihat pada penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target/sasaran tujuan  yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan. Pengamatan atas perubahan-perubahan dari gambaran data yang diperoleh sering nilai diagnostik yang menunjuk pada kemacetan dan rintangan dalam meningkatkan penampilan oraganisasi. Satu keuntungan dari pengukuran produktivitas adalah pembayaran staf. Gambaran data melengkapi suatu dasar bagi andil manfaat atas penmpilan yang ditingkatkan.
2.3.2 Metode-Metode Pokok Pengukuran Produktivitas
Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda:
1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
2. Perbandingan pelakasanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif.
3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.
Untuk menyusun perbandingan-perbandingan ini perlulah mempertimbangkan tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran produktivitas. Paling sedikit ada 2 jenis tingkat perbandingan yang berbeda, yakni produktivitas total dan produktivitas parsial.
1.   Produktivitas Total adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan total masukan (input) persatuan waktu. Dalam penghitungan produktivitas total semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan, energi) tehadap total keluaran harus diperhitungkan.
2. Produktivitas parsial adalah perbandingan dari keluaran dengan satu jenis   masukan atau input persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, kapital, bahan, energi, beban kerja, dll.  
2.4 Peningkatan Produktivitas Kerja
Sebuah perusahaan atau sistem produksi lainnya menerapkan kombinasi kebijakan, rencana sumber-sumber dan metodenya dalam memenuhi kebutuhan dan tujuan khususnya. Kombinasi-kombinasi kebijakan ini dituangkan melalui dan dengan bentuan faktor-faktor produktivitas internal dan eksternal. Pada tingkat perusahaan, faktor-faktor tersebut hampir seluruhnya direflesikan dalam sumber pokok, yakni: manusia dan bahan-bahan atau melalui :
v  Tenaga kerja
v  Manajemen dan organisasi
v  Modal pokok, bahan mentah
Contoh: Pengaruh faktor-faktor seperti pendidikan dan latihan terlihat pada keahlian dan sikap pekerja. Kemajuan teknologi dan litbang jika direalisasikan pada tingkat perusahaan hanyalah melalui tenaga kerja trampil, perlengkapan serta manajemen yang lebih baik, dengan kata lain melalui sumber-sumber manusia dan material. Faktor-faktor lingkungan seperti siklus perdagangan, ekonomi skala serta kondisi melalui tenaga kerja (pekerja lapangan dan pekerja kantor tata usaha maupun manajemennya) dan modal.
Jadi peningkatan produktivitas terutama berkaitan dengan tiga jenis sumber:
v  Modal (Perlengkapan, material, energi, tanah dan bangunan)
v  Tenaga kerja.                                          
v  Manjemen dan organisasi.
2.4.1  Perlengkapan, Material, Dan Tenaga/Energi
Sebuah perbandingan dari hasil perjam kerja manusia melalui waktu dipengaruhi oleh volume, variasi dan hasil tahunan modal tetap. Kualitas, unsur peralatan serta tingkat keseragamannya seringkali berat timbangannya dalam mengukur produktivitas organisasi. Pada  umumnya metode-metode perintah kerja untuk penggunaan yang lebih baik dari peralatan, dapat disarankan:
v  Pemilihan daya guna peralatan yang cocok.
v  Penjadwalan daya guna mesin.
v  Pengaturan pelayanan dan perawatan mesin.
v  Melatih dan memberikan pelajaran pada pekerja operasional.
Faktor pertumbuhan produktivitas yang sangat penting adalah material dan tenaga. Penggunaan bahan baku yang terbuang rata-rata mencapai sekitar 40% dari biaya produksi nasional secara keseluruhan, jika kita mempertimbangkan tenaga maupun bahan baku, maka gambaran ini meningkat dalam jumlah yang besar.
Latihan operator yang sedikit, penataan yang kurang baik serta ruang gedung yang tidak cukup, dapat memperburuk masalah penanganan bahan-bahan dan mengarah kepada perubahan gerak dan berakibat. Tujuan yang paling penting haruslah  dengan merancang metode-metode untuk memproduksi jumlah hasil produksi yang sama dengan energi material yang sedikit serta mengganti material maupun alat-alat dengan biaya lebih rendah atau mungkin lebih memproduksi barang lebih dari jumlah bahan yang sama. Menngkatkan produtivitas juga tegantung pada pemilihan bahan-bahan maupun daya guna secara optimal. Setiap material mempunyai harga dan kualitas sendiri yang pemilihan yang tepat akan mempengruhi produkitivitas.

2.4.2 Angkatan Kerja
Salah satu area potensial tertinggi dalam peningkatan produktivitas adalah mengurangi jam kerja yang tidak efektif. Lamanya buruh bekerja, dan proporsi penempatan waktu yang produktif sangat tergantung kepada cara pengaturan, latihan, pengaturan dan motivasinya. Beberapa penyelidikan menunjukkan bahwa waktu yang produktif berkisar 25% sampai 30% sedangkan yang tidak produktif karena kejelekan manajemennya kadang-kadang mencapai 50% lebih dan sisanya disebabkan adanya pekerjaan yang sia-sia ataupun karena sikap pekerjaannya.
a. Struktur Waktu Kerja
Analisa dan studi yang  berhati-hati terhadap semua komponen dan penggunaan waktu  yang tidak efektif  menyebabkan manajemen dan pengawasan mampu mengurangi sebab-sebab utama dari kerugian waktu serta membantu merencanakan teknik-teknik peningkatan produktivitas bagi kepentingan individu atau kelompok pelaksanaan.
b. Peningkatan Efektifitas Dari Waktu Kerja
Masalah berikutnya adalah cara melaksanakan teknik peningkatan produktivitas menggunakan manajemen, penambahan material, perencanaan dan organisasi kerja yang lebih baik, latihan dan pendidikan, kepuasan tugas serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi kualitas tenaga kerja maupun memanfaatkan cadangan-cadangan.
Kesempatan utama dalam meningkatkan produktivitas manusia terletak pada kemampuan individu sikap individu dalam bekerja serta manajemen maupun organisasi kerja dengan kata lain, dalam mengkaji produktivitas pekerja individual paling sedikit kita harus menjawab dari pertanyaan pokoknya: mampukah buruh bekerja lebih baik dan tertarikkah pekerja untuk bekerja lebih giat? Untuk menjawab kita harus mengecek dua kelompok syarat bagi produktivitas perorangan yang tinggi.
Yang pertama sedikitnya meliputi:
v  Tingkat pendidikan dan keahlian.
v  Jenis teknologi dan hasil produksi.
v  Kondisi kerja.
v  Kesehatan, kemampuan fisik dan mental.

Kelompok kedua mencakup:
v  Sikap (terhadap tugas), teman sejawat dan pengawas).
v  Keaneka ragaman tugas.
v  Sistem insentif (sistem upah dan bonus).
v  Kepuasan kerja keamanan kerja.
v  Kepastian pekerjaan.
v  Perspektif dari ambisi dan promosi.
Jadi setiap tindakan perencanaan peningkatan produktivitas individual paling sedikit mencakup tiga tahap berikut ini:
1.      Mengenai faktor makro utama bagi peningkatan produktivitas.
2.      Mengukur pentingnya setiap faktor dan menentukan prioritasnya.
3.      Merncanakan sistem tahap-tahap untuk meningkatkan kemampuan pekerja dan memperbaiki sikap mereka sebagai sumber utama produktivitas.
c..Insentif (Perangsang)
Yang paling penting, program peningkatan produktivitas yang berhasil itu ditandai dengan adanya andil yang luas dari keuangan dan tunjangan-tunjangan lain diseluruh organisasi. Setiap pembayaran kepada perorangan harus ditentukan oleh andilnya bagi produktivitas, sedangkan kenaikan pembayaran harus dianugerahkan teruatama berdasarkan hasil produktivitas.
Untuk menjadi seorang motivator yang efektif pemberian bonus haruslah dihubungkan secara langsung dengan tujuan pencapaian malalui cara yang sederhana mungkin, sehingga penerima segera dapat mengetahui berapa rupiah yag dia peroleh dari upayanya. Bentuk pemberian bonus yang berorientasi pada penampilan adalah proyek pemberian bonus, dimana hasil kerja yang baik segera diberi hadiah dengan bonus yang sesuai. Hal tersebut lebih aktif dibandingkan menunggu berapa bulan tanpa pemberitahuan yang nyata sampai saat pemberian bonus diakhir tahun ketika suasana “semua menrima” akan membuang semua pengaruh motivasi selama tahun berjalan.
Penghargaan serta penggunaan motivator yang tepat akan menimbulkan suasana kondutif atau berakibat kepada produktivitas yang lebih tinggi. Semua itu mencakup sistem pemberian insentif dan usaha-usaha manambah kepuasab kerja melalui sarana yang beraneka macam.
2.5 Faktor-Faktor yang  Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Produktivitas kerja merupakan tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan untuk memenuhi keinginan konsumen. Produktivitas dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini dapat diimplementasikan interaksi antara karyawan (:pekerja) dan pelanggan yang mencakup (a) ketepatan waktu, berkaitan dengan kecepatan memberikan tanggapan terhadap keperluan-keperluan pelanggan; (b) penampilan karyawan, berkaitan dengan kebersihan dan kecocokan dalam berpakaian; (c) kesopanan dan tanggapan terhadap keluhan, berkaitan dengan bantuan yang diberikan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang diajukan pelanggan (Gaspersz, 2003:130). Berarti produktivitas yang baik dilihat dari persepsi pelanggan bukan dari persepsi perusahaan. Persepsi pelanggan terhdap produktivitas jasa merupakan penilaian total atas kebutuhan suatu produk yang dapat berupa barang ataupun jasa.
Harapan pelanggan merupakan keyakinan sebelum membeli produk yang akan dijadikan standar dalam menilai produktivitas produk tersebut. Harapan pelanggan dibentuk dari pengalaman masa lampau, dari mulut ke mulut, kebutuhan pribadi konsumen dan promosi perusahaan. Sikap merupakan orientasi yang relative berpengaruh terus-menerus dalam jangka waktu yang lama terhadap produk dan proses. Para peneliti mengetahui bahwa ukuran persepsi konsumen atas produktivitas jasa sesuai dengan paradigma adanya perbedaan antara harapan dengan persepsi terhadap produktivitas, tetapi mereka juga beranggapan bahwa produktivitas jasa dan kepuasan merupakan konsep yang berbeda. Seseorang yang dengan sadar terlibat dalam aktivitas organisasi biasanya mempunyai latar belakang atau motivasi tertentu. Menurut Maslow seperti yang dikutip (Supardi dan Anwar, 2004:52) berpendapat sebagai berikut: social need adalah tuntutan kebutuhan akan rasa cinta dan kepuasan akan menjalani hubungan dengan orang lain, kepuasan dan perasaan memiliki serta diterima dalam suatu kelompok, rasa kekeluargaan, persahabatan, dan kasih sayang.
Menurut Hayes dan Abemathy (1980), dengan regas mengatakan sebagian besar tuduhan yang tidak adil ditunjukkan kepada para manajer yang sekarang dianggap tidak mempunyai dorongan kewiraswastaan dan wawasan teknologi yang luas (Timpe, 1999:3). Salah satu permasalahan penting bagi pimpinan dalam suatuorganisasi ialah bagaimana memberikan motivasi kepada karyawan untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dalam hal ini, pimpinan dihadapkan suatu persoalan bagaimana dapat menciptakan situasi agar bawahan dapat memperoleh kepuasan secara individu dengan baik dan bagaimana cara memotivasi agar mau bekerja berdasarkan keinginan dan motivasi untuk berprestasi yang tinggi.
Menurut konsep sistem organisasi yang ideal, aktivitas atau pekerjaan suatu organisasi merupakan suatu kolektivitas sehingga dalam setiap penyelesaian rangkaian pekerjaan seorang karyawan dituntut untuk bekerja sama, saling terkait dan tidak akan melepaskan diri dengan karyawan lain dalam organisasi itu. Dalam sebuah organisasi, yang menjadi perhatian utama adalah bagaimana menciptakan keharmonisan dan keserasian dalam setiap pelaksanaan kegiatan atau aktivitas kerja tersebut. Keharmonisan dan keserasian tersebut dapat tercipta jika sistem kerja dibuat rukun dan kompak sehingga tercipta iklim yang kondusif. Hal ini akan membuat para karyawan termotivasi untuk bekerja dengan optimal yang pada akhirnya tujuan organisasi dapat terwujud dengan tingkat efisien dan efektivitas yang tinggi.
Seseorang cenderung bekerja dengan penuh semangat apabila kepuasan dapat diperolehnya dari pekerjaannya dan kepuasan kerja karyawan merupakan kunci pendorong moral, kedisiplinan, dan prestasi kerja karyawan dalam mendukung terwujudnya tujuan perusahaan (Hasibuan, 2003:203). Kepuasan kerja yang tinggi atau baik akan membuat karyawan semakin loyal kepada perusahaan atau organisasi. Semakin termotivasi dalam bekerja, bekerja dengan resa tenang, dan yang lebih penting lagi kepuasan kerja yang tinggi akan memperbesar kemungkinan tercapainya produktivitas dan motivasi yang tinggi pula. Karyawan yang tidak merasa puas terhadap pekerjaannya, cenderung akan melakukan penarikan atau penghindaran diri dari situasi pekerjaan baik yang bersifat fisik maupun psikologis.
Dari uraian di atas menunjukkan adanya hubungan antara kepuasan dan motivasi kerja terhadap produktivitas kerja karyawan. Jika membicarakan masalah produktivitas muncullah situasi yang bertentangan karena belum adanya kesepakatan umum dari para ahli tentang maksud pengertian produktivitas serta kriterianya dalam mengikuti petunjuk-petunjuk produktivitas. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan masukan (input) Hasibuan (203:126).
              Apabila produktivitas naik hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efisiensi (waktu, bahan, tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi, dan adanya peningkatan keterampilan tenaga kerja. Menurut Blunchor dan Kapustin yang dikutip oleh Sinungan (1987: 9), produktivitas kadang-kadang dipandang sebagai penggunaan intensif terhadap sumber-sumber konversi seperti tenaga kerja dan mesin yang diukursecara tepat dan benar-benar menunjukkan suatu penampilan yang efisiensi. Konsep produktivitas kerja dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu dimensi individu dan dimensi organisasian. Dimensi individu melihat produktivitas dalam kaitannya dengan karakteristik-karakteristik kepribadian individu yang muncul dalam bentuk sikap mental dan mengandung makna keinginan dan upaya individu yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas kehidupannya. Sedangkan dimensi keorganisasian melihat produktivitas dalam kerangka hubungan teknis antara masukan (input) dan keluaran (out put). Oleh karena itu dalam pandangan ini, terjadinya peningkatan produktivitas tidak hanya dilihat dari aspek kuantitas, tetapi juga dapat dilihat dari aspek kualitas.
Kedua pengerian produktivitas tersebut mengandung cara atau metode pengukuran tertentu yang secara praktek sukar dilakukan. Kesulitan-kesulitan itu dikarenakan, pertama karakteristik-karakteristik kepribadian individu bersifat kompleks, sedangkan yang kedua disebabkan masukan-masukan sumber daya bermacam-macam dan dalam proporsi yang berbeda-beda. Produktivitas kerja sebagai salah satu orientasi manajemen dewasa ini, keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap produktivitas pada dasarnya dapat diklasifikasikan kedalam dua jenis, yaitu pertama faktor-faktor yang berpengaruh secara langsung, dan kedua faktor-faktor yang berpengaruh secara tidak langsung.
Tenaga kerja atau pegawai adalah manusia yang merupakan faktor produksi yang dinamis memiliki kemampuan berpikir dan motivasi kerja, apabila pihak manajemen perusahaan mampu meningkatkan motivasi mereka, maka produktivitas kerja akan meningkat. Ada pun faktor- faktor yang mempengaruhi produktivitas yaitu:
a.Kemampuan
adalah kecakapan yang dimiliki berdasarkan pengetahuan, lingkungan kerja yang menyenangkan akan menambah kemampuan tenaga kerja. Perencanaan tenaga kerja merupakan bagian integral dari perencanaan pembangunan. Rencana pembangunan memuat berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di seluruh sektor atau sub sektor. Setiap kegiatan yang akan dilaksanakan membutuhkan tenaga kerja yang sesuai. Perencanaan tenaga kerja memuat perkiraan permintaan atau kebutuhan dan penawaran atau penyediaan tenaga kerja, serta kebijakan maupun program ketenagakerjaan yang diperlukan dalam rangka menunjang keberhasilan pelaksanaan pembangunan.
Perencanaan tenaga kerja dapat dilakukan pada tahap perusahaan, lembaga pemerintah atau unit organisasi swasta lainnya. Perencanaan tenaga kerja seperti ini disebut perencanaan tenaga kerja mikro. Pemerintah biasanya juga membuat perencanaan tenaga kerja dalam cakupan wilayah tertentu maupun secara nasional. Jenis perencanaan tenaga kerja seperti itu dikenal sebagai perencanaan tenaga kerja makro, nasional atau perencanaan tenaga kerja regional.
Sistem perencanaan tenaga kerja menunjukkan kedudukan perencanaan tenaga kerja dalam kerangka perencanaan pembangunan secara keseluruhan. Perencanaan pembangunan yang disertai dengan data-data kependudukan dan informasi pasar kerja merupakan masukan utama dalam penyusunan perencanaan tenaga kerja. Hasil perencanaan tenaga kerja adalah berupa rencana tenaga kerja.
Dalam sistem perencanaan pembangunan yang melihat perencanaan tenaga kerja sebagai bagian integral dari perencanaan pembangunan, maka proses perencanaan tenaga kerja akan melibatkan instansi. Proses perencanaan tenaga kerja itu sendiri menunjukkan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam pelaksanaan perencanaan tenaga kerja.
b. Sikap
 Sesuatu yang menyangkut perangai tenaga kerja yang banyak dihubungkan dengan moral, semangat kerja yang akan menghasilkan kepuasaan kerja . Kepuasan kerja secara umum menyangkut sikap seseorang mengenai pekerjaannya. Karena menyangkut sikap, pengertian kepuasan kerja mencakup berbagai hal seperti kondisi dan kecenderungan perilaku seseorang. Kepuasankepuasan itu tidak tampak serta nyata, tetapi dapat diwujudkan dalam suatu hasil pekerjaan. Salah satu masalah yang sangat penting dalam bidang psikologi industry adalah mendorong karyawan untuk bekerja dengan lebih produktif. Untuk itu, perlu diperhatikan agar karyawan sebagai penunjang terciptanya produktivitas kerja dalam bekerja senantiasa disertai dengan perasaan senang dan tidak terpaksa sehingga akan tercipta kepuasan kerja para karyawan. Kepuasan kerja akan berbeda pada masingmasing individu. Sangat sulit untuk mengetahui ciri-ciri kepuasan dari masing-masing individu. Namun demikian, cerminan dari kepuasan kerja itu dapat diketahui.
Untuk mengetahui tentang pengertian kepuasan kerja ada beberapa pendapat sebagaimana hasil penelitian Herzberg, bahwa faktor yang mendatangkan kepuasan adalah prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggungjawab, dan kemajuan (Armstrong, 1994: 71). Pendapat lain menyatakan kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan di mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (Handoko, 2001:193). Sedangkan Wexley dan Yulk (1977) yang disebut kepuasan kerja ialah perasaan seseorangterhadap pekerjaan.
Kepuasan kerja berhubungan erta dengan faktor sikap. Seperti dikemukakan oleh Tiffin (1964) kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan sesama karyawan (dalam As'ad, 2003: 104). Sejalan dengan itu, Martoyo (2000:142) kepuasan kerja (job salisfaction) adalah keadaan emosional karyawan di mana terjadi ataupun tidak terjadi titik temu antara nilai balas jasa kerja karyawan dari perusahaan atau organisasi dengan tingkat nilai balas jasa yang memang diinginkan oleh karyawan yang bersangkutan. Balas jasa kerja karyawan ini, baik yang berupa finansial maupun yang nonfinansial.
Kepuasan kerja merupakan persoalan umum pada setiap unit kerja, baik itu berhubungan motivasi, kesetiaan ataupun ketenangan bekerja, dan disiplin kerja. Menurut Hulin (1966) gaji merupakan faktor utama untuk mencapai kepuasan kerja. Pendapat ini tidak seluruhnya salah sebab dengan mendapatkan gaji ia akan dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari. Tetapi kenyataannya gaji yang tinggi tidak selalu menjadi faktor utama unluk mencapai kepuasan kerja. Kenyataan lain banyak perusahaan telah memberikan gaji yang cukup tinggi, tetapi masih banyak karyawan yang merasa tidak puas dan tidak senang dengan pekerjaannya. Gaji hanya memberikan kepuasan sementara karena kepuasan terhadap gaji sangat dipengaruhi oleh kebutuhan dan nilai orang yang bersangkutan (As'ad, 2003:113).
Menurut Blum menyatakan faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja adalah: (a) faktor individual, meliputi: umur, kesehatan, watak dan harapan; (b) factor sosial, meliputi: hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan berekreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan kemasyarakatan; (c) faktor utama dalam pekerjaan, meliputi: upah, pengawasan ketentraman kerja, kondisi kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu, juga penghargaan terhadap kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, kelepatan dalam menyelesaikan konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil. baik yang menyangkut pribadi maupun tugas (dalam As'ad, 2003:114). Ahli lain, Ghiselli dan Brown mengemukakan lima faktor yang menimbulkan kepuasan (dalam As'ad, 2003:112-113) yaitu: pertama, kedudukan (posisi), umumnya ada anggapan bahwa orang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih tinggi akan lebih puas daripada bekerja pada pekerjaan yang lebih rendah. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut tidak selalu benar, perubahan tingkat pekerjaanlah yang mempengaruhi kepuasan kerja. Kedua, pangkat (golongan), pada pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan) sehingga pekerjaan tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan pangkat dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku dan perasaan. Ketiga, umur dinyatakan bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur antara 25 sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur yang bias menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan. Keempat, jaminan financial dan jaminan sosial. Masalah finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. Kelima, mutu pengawasan, hubungan antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting dalani arti menaikkan produktivitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan sehingga karyawan akan merasa bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari oiganisasi kerja (sense of belonging).
c. Situasi dan keadaan lingkungan
 faktor ini menyangkut fasilitas dan keadaan dimana semua karyawan dapat bekerja dengan tenang serta sistim kompensasi yang ada.pertama, perbaikan terus menerus, yaitu upaya meningkatkan produktivitas kerja salah satu implementasinya ialah bahwa seluruh komponen harus melakukan perbaikan secara terus-menerus. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu kiat tetapi merupakan salah satu etos kerja yang penting sebagai bagian dari filsafat manajemen mutakhir. Suatu organisasi dituntut secara terus-menerus untuk melakukan perubahan-perubahan, baik secara internal maupun eksternal. Perubahan internal contohnya, yaitu: (a) perubahan strategi organisasi; (b) perubahan kebijakan tentang produk; (c) perubahan pemanfaatan teknologi; (d) perubahan dalam praktek-praktek sumber daya manusia sebagai akibat diterbitkannya perundang-undangan baru oleh pemerintah. Perubahan eksternal, meliputi: (a) perubahan yang terjadi dengan lambat atau evolusioner dan bersifat acak; (b) perubahan yang tinggi secara berlahan tetapi berkelompok; (c) perubahan yang terjadi dengan cepat karena dampak tindakan suatu organisasi yang dominan peranannya di masyarakat; dan (d) perubahan yang terjadi cepat, menyeluruh dan kontinyu.Kedua, peningkatan mutu hasil pekerjaan. Peningkatan mutu hasil pekerjaan dilaksanakan oleh semua komponen dalam organisasi. Bagi manajemen, misalnya, perumusan strategi, penentuan kebijakan, dan proses pengambilan keputusan. Yang tidak kalah pentingnya dalam pelaksanaan kegiatan organisasi yaitu mutu laporan, mutu dokumen, mutu penyelenggaraan rapat, dan lain-lain.Ketiga, pemberdayaan sumberdaya manusia. Memberdayakan sumberdaya manusia mengandung kiat untuk: (a) mengakui harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang mulia, mempunyai harga diri, daya nalar, memiliki kebebasan memilih, akal, perasaan, dan berbagai kebutuhan yang beraneka ragam; (b) manusia mempunyai hak-hak yang asasi dan tidak ada manusia lain (termasuk manajemen) yang dibenarkan melanggar hak tersebut. Hak-hak tersebut yaitu hak menyatakan pendapat, hak berserikat, hak memperoleh pekerjaan yang layak, hak memperoleh imbalan yang wajar dan hak mendapat perlindungan; (c) penerapan gaya manajemen yang partisipasif melalui proses berdemokrasi dalam kehidupan berorganisasi. Dalam hal ini pimpinan mengikutsertakan para anggota organisasi dalam proses pengambilan keputusan.Keempat, kondisi fisik tempat bekerja yang menyenangkan.Kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan memberikan kontribusi nyata dalam peningkatan produktivitas kerja, antara lain: (a) ventilasi yang baik; (b) penerangan yang cukup; (c) tata ruang rapi dan perabot tersusun baik; (d) lingkungan kerja yang bersih; dan (e) lingkungan kerja vang bebas dari polusi udara.Kelima, umpan balik. Pelaksanaan tugas dan karier karyawan tidak dapat dipisahkan dari penciptaan, pemeliharaan, dan penerapan sistem umpan balik yang objektif, rasional, baku, dan validitas yang tinggi. Objektif dalam arti didasarkan pada norma-norma yang telah disepakati bukan atas dasar emosi, senang atau tidak senang pada seseorang. rasional dalam arti dapat diterima oleh akal sehat. Jika seseorang harus dikenakan sangsi disiplin, status berat-ringannya disesuaikan dengan jenis pelanggarannya. Validitas yang tinggi, dalam arti siapapun yang melakukan penilaian atas kinerja karyawan didasarkan pada tolok ukur yang menjadi ketentuan.
d. Motivasi
 setiap tenaga kerja perlu diberikan motivasi dalam usaha meningkatkan produktivitas.  Motivasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas perbuatannya. Supardi dan Anwar (2004:47) mengatakan motivasi adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai tujuan. Motivasi yang ada pada sescorang akan mewujudkan suatu perilaku yang diarahkan pada tujuan mencapai sasaran kepuasan. Jadi, motivasi bukanlah yang dapat diamati tetapi adalah hal yang dapat disimpulkan adanya karena sesuatu perilaku yang tampak.
Siagian (2002:255), menyatakan bahwa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya pada umumnya adalah sesuatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi instansi. Menurut Heidjachman dan Husnan (2003:197), motivasi merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Untuk membangun produktivitas dan motivasi pekerja ada dua hal yang harus dilakukan: pertama, carilah pembayaran pekerjaan individual seseorang; dan kedua, bantu mereka mencapai pembayaran untuk setiap tugas tambahan yang diberikan sehingga baik kebutuhan instansi maupun individu tercapai (Timpe, 1999: 61).
Menurut Hasibuan (2003:92) motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti ‘dorongan atau daya penggerak’. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi penting karena dengan motivasi ini diharapkan setiap individu karyawan mau bekerja keras dan antusias untuk mencapai produktivitas kerja yang tinggi. Motivasi harus dilakukan pimpinan terhadap bawahannya karena adanya dimensi tentang pembagian pekerjaan untuk dilakukan dengan sebaik-baiknya, bawahan sebetulnya mampu akan tetapi malas mengerjakannya, memberikan penghargaan dan kepuasan kerja. sebenarnya banyak pembahasan teori-teori motivasi, namun ada beberapa yang cukup menonjol adalah antara lain sebagai berikut: Teori Maslow, mengenai tingkatan dasar manusia yaitu: (a) kebutuhan fisiologi dasar, (b) keselamatan dan keamanan, (c) cinta/kasih sayang, (d) penghargaan, (e) aktualisasi diri (self actualization). Menggarisbawahi pendapat di atas dapat diambil kesimpulan bahwa bergabungnya seseorang dalam organisasi didorong oleh keinginan untuk memenuhi kebutuhan, berupa penghasilan yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhannya. Suasana batin (:psikologis) seorang karyawan sebagai individu dalam organisasi yang menjadi lingkungan kerjanya tampak selalu semangat atau gairah keija yang menghasilkan kegiatan kerja sebagai kontribusi bagi pencapaian tujuan organisasi tempatnya bekerja.
e.Upah
 upah atau gaji minimum yang tidak sesuai dengan peraturan pemerintah dapat menyebabkan penurunan produktivitas kerja. Pengertian ini mengisyaratkan bahwa keberadaannya di dalam suatu organisasi perusahaan tidak dapat diabaikan begitu saja. Sebab, akan terkait langsung dengan pencapaian tujuan perusahaan. upah yang rendah tidak dapat dipertanggungjawabkan, baik dilihat dari sisi kemanusiaan maupun dari sisi kelangsungan hidup perusahaan.  Secara teoritis dapat dibedakan dua sistem upah, yaitu yang mengacu kepada teori Karl Mark dan yang mengacu kepada teori Neo-klasik. Kedua teori tersebut masing-masing memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sistem pengupahan yang berlaku dewasa ini selalu berada diantara dua sistem tersebut. Berarti bahwa tidak ada satupun pola yang dapat berlaku umum. Yang perlu dipahami bahwa pola manapun yang akan dipergunakan seyogianya disesuaikan dengan kebijakan remunerasi masing-masing perusahaan dan mengacu kepada rasa keadilan bagi kedua belah pihak (perusahaan dan karyawan). Besarnya tingkat upah untuk masing-masing perusahaan adalah berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhinya diantaranya, yaitu permintaan dan penawaran tenaga kerja, kemampuan perusahaan, kemampuan dan keterampilan tenaga kerja, peranan perusahaan, serikat buruh, besar kecilnya resiko pekerjaan, campur tangan pemerintah, dan biaya hidup.  Dilihat dari sistemnya pembelian upah dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau lama dinas, kebutuhan, dan premi atau upah borongan
f. Tingkat pendidikan
 Latar belakang pendidikan dan latihan dari tenaga kerja akan mempengaruhi produktivitas, karenanya perlu diadakan peningkatan pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja. Pendidikan dan latihan dipandang sebagai suatu invesatasi di bidang sumber daya manusia yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas dari tenaga kerja. Oleh karena itu pendidikan dan latihan merupakan salah satu faktor penting dalam organisasi perusahaan. Pentingnya pendidikan dan latihan disamping berkaitan dengan berbagai dinamika (perubahan) yang terjadi dalam lingkungan perusahaan, seperti perubahan produksi, teknologi, dan tenaga kerja, juga berkaitan dengan manfaat yang dapat dirasakannya. Manfaat tersebut antara lain: meningkatnya produktivitas perusahaan, moral dan disiplin kerja, memudahkan pengawasan, dan menstabilkan tenaga kerja. Agar penyelenggaraan pendidikan dan latihan berhasil secara efektif dan efisien, maka ada 5 (lima) hal yang harus di pahami, yaitu 1) adanya perbedaan individual, 2) berhubungan dengan analisa pekerjaan, 3) motivasi, 4) pemilihan peserta didik, dan 5) pemilihan metode yang tepat.  Pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja dapat diklasifikasikan kepada dua kelompok, pertama, yakni pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja operasional, kedua, pendidikan dan latihan bagi tenaga kerja yang termasuk kepada kelompok tenaga kerja yang menduduki jabatan manajerial. Untuk masing-masing kelompok tenaga kerja tersebut diperlukan metode pendidikan yang berbeda satu sama lain
g. Perjanjian kerja
merupakan alat yang menjamin hak dan kewajiban karyawan. Sebaiknya ada unsur-unsur peningkatan produktivitas kerja.
h. Penerapan teknologi
Kemajuan teknologi sangat mempengaruhi produktivitas, karena itu penerapan teknologi harus berorientasi mempertahankan produktivitas

1.6  Penilaian Kinerja
2.6.1 Pengertian Penilaian Kinerja
Kinerja merupakan suatu fungsi dari motivasi dan kemampuan untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan seseorang sepatutnya memiliki derajat kesediaan dan tingkat kemampuan tertentu. Kesediaan dan keterampilan seseorang tidaklah cukup efektif untuk mengerjakan suatu tanpa pemahaman yang jelas tentang apa yang akan dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kinerja merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan. Kinerja merupakan suatu hal yang sangat penting dalam upaya perusahaan untuk mencapai tujuannya.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat perkembangan perusahaan adalah dengan cara melihat hasil penilaian kinerja. Sasaran yang menjadi objek penilaian kinerja adalah kecakapan, kemampuan karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan atau tugas yang dievaluasi dengan menggunakan tolak ukur tertentu objektif dan dilakukan secara berkala.Penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang digunakan untuk mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan perkerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk tingkat katidakhadiran. Dengan demikian, penilaian prestasi adalah merupakan hasil kerja karyawan dalam lingkup tangung  jawabnya.
Dalam praktiknya, istilah penilaian kinerja (performance appraisal) dan evaluasi kinerja (performance evaluation) dapat digunakan secara bergantian atau bersamaan karena pada dasarnya mempunyai maksud yang sama. Penilaian kinerja digunakan perusahaan untuk menilai kinerja karyawannya atau mengevaluasi hasil pekerjaan karyawan.Dari beberapa pengertian di tas terdapat perbedaan yang mendasar tentang penilain kinerja. Ada pengertian yang mengatakan memposisikan karyawan pada pihak subordinat dan dikendalikan, sebaliknya ada pemahaman bahwa karyawan diangap sebagai faktor produksi yang harus dimanfaatkan secara produktif. Sedangkan yang lain ada pengertian bahwa karyawan diposisikan sebagai aset utama perusahaan, karyawan harus dipelihara dengan baik dan diberi kesempatan  berkembang.

2.6.2  Tujuan penilaian kinerja
Suatu perusahaan melakukan peniaian kinerja didasarkan pada dua alasan pokok, yaitu: 1) manajer memerlukan evaluasi yang objektif terhadap kinerja karyawan pada masa lalu yang digunakan untuk membuat keputusan di bidang SDM di masa yang akan datang; dan 2) manajer memerlukan alat yang memungkinkan untuk membantu karyawannya memperbaiki kinerja, merencanakan pekerjaan, mengembangkan kemampuan dan keterampilan untuk perkembangan karier dam memperkuat kualitas hubungan antarmanajer yang bersangkutan dengan karyawannya.
Selain itu penilaian kinerja dapat digunakan untuk:
1.      Mengetahui perkembangan, yang meliputi: a) identifikasi kebutuhan, b) umpan balik kerja, c) menentukan transfer dan penugasan dan d) identifikasi kekuatan dan kelemahan karyawan.
2.      Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: a) keputusan untuk menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan karyawan, b) pengakuan kinerja karyawan, c) pemutusan hubungan kerja dan d) mengidentifikasi yang buruk.
3.      Keperluan perusahaan, yang meliputi: a) perencanaan SDM, menentukan kebutuhan pelatihan, c) evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, d) informasi untuk identifikasi tujuan, e) evaluasi terhadap sistem SDM, dan f) penguatan terhadap kabutuhan pengembangan perusahaan.
4.      Dokumentasi, yang meliputi: a) krteria untuk validasi penelitian, b) dokumentasi keputusan-keputusan tentang SDM, dan c) membantu untuk memenuhi persyaratan minimum.

2.6.3 Kegunaan penilaian kinerja
Kegunaan penilaian kinerja ditinjau dari berbagai perspektif pengembangan perusahaan, khususnya manajemen SDM, yaitu:
Dokumentasi. Untuk memungkinkan data yang pasti, sistematik, dan faktual dalam penentuan nilai pekerjaan.
1.    Posisi tawar. Untuk memungkinkan manajemen melakukan negosiasi yang objektif dan rasional dengan serikat buruh (kalau ada) atau langsung dengan karyawan
2.    Perbaikan kinerja. Umpan balik pelaksanaan kerja yang bermanfaat bagi karyawan, manajer, dan spesialis personil dalam bentuk kegiatan untuk meningkatkan atau mamperbaiki kinerja karyawan.
3.    Penyesuaian kompensasi. Penilain kinerja membantu pengambilan keputusan dalam penyesuian ganti-rugi. Menentukan siapa yang perlu dinaikkan upahnya-bonus atau kompensasi ainnya.
4.    Keputusan penempatan. Mambantu dalam promosi, keputusan penempatan, perpindahan, dan penurunan pangkat pada umumnya didasarkan pada masa lampau atau mengantisipasi kinerja. Sering promosi adalah penghargaan untuk kinerja yang lalu.
5.    Pelatihan dan pengembangan karier. Kinerja buruk mengindikasikan adanya suatu kebutuhan untuk latihan. Demikian juga, kinerja baik dapat mencerminkan adanya potensi yang belum digunakan dan harus dikembangkan.
6.    Perencanaan dan pengembangan karier. Umpan balik penilain kinerja dapat digunkan sebagai penduan dalam perencanaan dan pengembangan karier yang tepat, penyusunan program pengembangan karier yang tepat, dapat menyelaraskan antara kebutuhan karyawan dengan kepentingan perusahaan.
7.    Evaluasi proses staffing. Prestasi kerja yang baik atau buruk mencerminkan kekuatan atau kelemahan prosedur staffing deprtemen SDM.
8.    Defisiensi proses penempatan karyawan. Kinerja yang baik atau buruk mengisyaratkan kekuatan atau kelemahan dalam prosedur penempatan karyawan di departemen SDM.
9.    Ketidakakuratan informasi. Kinerja lemah menandakan adanya kesalahan di dalam informasi analisis pekerjaan, perencanaan SDM atau sistem informasi manajemen SDM. Pemakaian informasi yang tidak akurat dapat mengakibatkan proses rekrutmen, pelatihan, atau pengambilan keputusan tidak sesuai.
10.    Kesalahan dalam merancang pekerjaan. Kinerja yang lemah mungkin merupakan suatu gejala dari rancangan perkerjaan yang kurang tepat. Melalui penilain kinerja dapat membantu mendiagnosis kesalahan ini. Artinya, jika uraian pekerjaan tidak tepat, apalagi tidak lengkap, wewenang dan tanggung jawab tidak seimbang, jalur pertanggungjawaban kabur dan berbagai kelemahan lainnya akan berakibat pada prestasi kerja yang kurang memuaskan
11.    Kesempatan kerja yang adil. Penilain kinerja yang akurat terkait dengan pekerjaan dapat memastikan bahwa keputusan penempatan internal tidak bersifat diskriminatif.
12.    Mengatasi tantangan-tantangan eksternal. Kadang-kadang kinerja dipengaruhi oleh faktor di luar lingkungan pekerjaan, seperti keluarga, keuangan, kesehatan, atau hal lain seperti hal pribadi. Jika faktor ini tidak dapat diatasi karyawan bersangkutan, departemen SDM mungkin mampu menyediakan bantuan.
13.    Elemen-elemen pokok sistem penilaian kinerja. Departemen SDM biasanya mengembangkan penilaina kinerja bagi karyawan di semua departemen. Elemen-elemen pokok sistem penilaian ini mencakup kriteria yang ada hubungan dengan pelaksanaan kerja dan ukuran-ukuran kriteria.
14.    Umpan balik SDM. Kinerja baik atau buruk di seluruh perusahan mengindikasikan seberapa baik departemen SDM berfungsi.

2.6.4 Faktor-Faktor yang Menghambat Dalam Penilaian Kinerja
Penyelia sering tidak berhasil untuk meredam emosi dalam menilai prestasi kinerja karyawan, hal ini menyebabkan panilaian menjadi bias. Bias adalah disorsi pengukurang yang tidak akurat. Bias ini mungkin terjadi sebagai akibat ukuran-ukuran yang digunakan bersifat subjektif. Berbagai bentuk bias yang umum terjadi adalah:

1. Kendala hukum/legal
Penilaian kinerja harus bebas dari driskiminasi tidak sah atau tidak legal. Apa pun format penilaian kinerja yang digunakan oleh departemen SDM harus sah dan dapat dipercaya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, keputusan penempatan mungkin ditetang sebab melanggar hukum ketenagakerjaan atau hukum lainnya. Oleh karena itu, setiap keputusan hendaknya ojektif dan sesuai dengan hokum.
2. Bias oleh penilai (penyelia)
Setiap masalah yang didasarkan pada ukuran subjektif adalah peluang terjadinya bias. Bentuk-bentuk bias yang umumnya terjadi adalah:

a.    Hallo effect.
Hallo effect terjadi ketika pendapat pribadi (penyelia) mempengaruhi pengukuran kinerja baik dalam arti positif maupun negatif. Sebagai contoh seorang penilai bisa saja secara pribadi tidak menyenangi karyawan tertentu, terlepas dari faktor-faktor penyebab ketidaksenangannya itu. Dalam hal demikian, kecenderungan penilai adalah memberikan penialain negatif terhadap orang yang tidak disenanginya itu, padahal sebenarnya apabila dinilai secara objektif, karyawan yang dinilai seharusnya memperoleh penilaian positif. Dan juga sebaliknya kemungkinan bisa terjadi.
b.   Kesalahan kecenderungan terpusat.
Dalam penilaianya penilai cenderung mengambil jalan tengah, yaitu dengan memberikan niai yang merata bagi karyawan yang dinilainya karena adanya ketidaksukaan penilai dalam suatu penilaian yang terlihat sukar dalam menilainya. Sehinga penilain tidak dilakukan secara objektif karena yang berprestasi tinggi akan merasa diperlakukan tidak adil dan dirugikan sedangkan yang berprestasi rendah memperoleh penghargaan yang tidak wajar.
c.    Bias karena terlalu lunak dan terlalu keras.
Bias karena terlalu lunak terjadi ketika penilai cenderung begitu mudah dalam mengevaluasi kinerja karyawan. Penilai melihat semua kinerja karyawannya bagus dan menilai dengan baik. Bias karena terlalu keras adalah sebaliknya, diakibatkan oleh penilai yang terlalu ketat dalam mengevaluasi mereka.
d.   Bias karena penyimpangan lintasbudaya.
Setiap peniai mempunyai harapan tentang tingkah laku manusia yang didasarkan pada kulturnya. Ketika seorang penilai diharuskan untuk menilai dari karyawan yang berbeda kulturnya, mereka menerapkan budayanyan terhadap karyawan tersebut. Dengan keanekaragaman budaya yang lebih besar dan mobilitas karyawan ke berbagai negara (internasional) sumber potensi penyimpangan ini menjadi besar.
e.    Prasangka pribadi.
Sikap tidak suka seseorang terhadap orang lain atau sekelompok orang tertentu dapat mengaburkan hasil penilain seorang karyawan. Meskipun demikian, spesialis SDM perlu memberi perhatian dalam membuat pola tanpa adanya unsur prasangka. Prasangka akan mengabaikan penilaian efektif dan dapat melanggar hukum anti diskriminasi.
f.     Pengaruh kesan terakhir.
Ketika penilai diharuskan menilai karyawan pada masa lampau, kadang-kadang penilai mempresepsikan dengan tindakan karyawan pada saat ini yang sebetulanya tidak berhubungan dengan kinerja masa lampau. Jadi, kinerja karyawan dinilai berdasarkan penampilan karyawan saat sekarang masih diingat oleh penilai.

Selain faktor-faktor di atas yang menyebabkan terjadinya bias dalam penilain kinerja, dalam praktiknya pendekatan penilaian harus dapat menidentifikasi standar kinerja, mengukur kriteria, dan kemudian memberi umpan balik kepada karyawan dan dapertemen SDM. Jika standar kinerja atau ukuran tidak terkait dengan pekerjaan, evaluasi tidak akurat dan akhirnya akan terjadi bias yang merugikan hubungan para manajer dengan karyawan dan memperkecil kesempatan kerja sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dalam perilaku SDM tidak mungkin terjadi dan departemen SDM tidak akan mempunyai catatan akurat dalam sistem informasinya, sehingga dasar keputusan mulai dari rancangan pekerjaan sampai kompensasi akan terganggu.

Sistem penilaian kinerja yang baik sangat tergantung pada persiapan yang benar-benar baik dan memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
·      Praktis. Keterkaitan langsung dengan pekerjaan seseorang adalah bahwa panilain ditujukan pada perilaku dan sikap yang menentukan keberhasilan menyelesaikan suatu pekerjaan tertenu.
·      Kejelasan standar. Standar merupakan tolak ukur seorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Standar harus memiliki nilai kompetitif, artinya dalam penerpannya harus berfungsi sebagai alat pembanding antara prestasi kerja seseorang dengan karyawan lainnya yang melakukan pekerjaan yang sama.
·      Kriteri yang objektif. Kriteria yang dimaksud adalah berupa ukuran-ukuran yang memnuhi persyaratan seperti mudah digunakan, handal, dan memberikan informasi tetang perilaku kritikal yang menentukan keberhasilan dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian efektifnya suatu penilaian kinerja, maka instrumen penilain kinerja tersbut harus memenuhi syarat-syarat sebgai berikut:
1)   Reliability, ukuran kinerja harus konsisten. Mungkin yang paling penting adalah konsistensi suatu ukuran kinerja. Jika ada dua penilai mengevaluasi pekerja yang sama, mereka perlu menyimpulkan hal serupa menyangkut hasil mutu pekerja.
2)   Relevance, ukuran kinerja harus dihubungkan dengan output riil dari suatu kegiatan yang secara logika itu mungkin.
3)   Sensivity, beberapa ukuran harus mampu mencerminkan perbedaan antara penampilan nilai tinggi dan rendah. Penampilan dapat membedakan dengan teliti tentang perbedaan kinerja.
4)   Practically, kriteia harus dapat diukur dan kekurangan pengumpulan data tidak terlalu mengganggu atau tidak in-efisien.

2.6.5  Jenis-jenis penilaian kinerja
a.    Penilaian hanya oleh atasan:
·      Cepat dan langsung
·      Dapat mengarah ke distorsi karena pertimbangan-pertimbangan pribadi
b.    Penilaian oleh kelompok lini: atasan dan atasannya lagi bersama-sama membahas kinerja bawahannya yang dinilai.
·      Objektivitasnya lebih akurat dibandingkan kalau hanya oleh atasan sendiri
·      Individu yang dinilai tinggi dapat mendominasi penilaian
c.    Penilaian oleh kelompok staf: atasan meminta satu atau lebih individu untuk bermusyawarah dengannya; atasan langsung yang membuat keputusan terakhir.
·      Penilaian gabungan yang masuk akal dan wajar
d.   Penilaian melalui keputusan komite: sama seperti pola sebelumnya kecuali bahwa manajer yang bertanggung jawab tidak lagi mengambil keputusan kahir; hasilnya didasarkan pada pilihan mayoritas.
·      Memperluas pertimbangan yang ekstrim
·      Memperlemah integritas manajer yang bertanggung jawab
e.    Penilaian berdasarkan peninjaun lapangan: sama seperti pada kelompok staf, namun melibatkan wakil dari pimpinan pengembangan atau departemen SDM yang betindak sebagai peninjau yang independen.
·      Membawa satu pikiran yang tetap ke dalam satu penilian lintas sektor yang besar.
f.     Penilaian oleh bawahan dan sejawat
·      Mungkin terlalu subjektif
·      Mungkin digunakan sebgai tambahan pada metode penilaian yang lain

2.6.6  Aspek-aspek yang dinilai
Dari hasil studi lazer dan wikstron (1977) terhadap formulir penilaian kinerja terhadap 125 perusahaan yang ada di USA. Faktor yang paling umum muncu di 61 perusahaan adalah pengetahuan tentang pekerjaannya, kepemimpinan, inisiatif, kualitas pekerjaan, kerja sama, pengambilan keputusan, krativitas, dapat diandalkan, perencanaan, komunikasi, integensia (kecerdasan), pemecahan masalah, pendelegasian, sikap, usaha, motivasi, dan organisasi.
Dari aspek-aspek yang dinilai tersebut dapat dikelompokkan menjadi:
1.    Kemampuan teknis, yaitu kemampuan menggunakan pengetahuan, metode, teknik, dan peralatan yang dipergunakan untuk melaksanakan tugsa serta pengalaman dan pelatihan yang diperolehnya.
2.    Kemampuan konseptual, yaitu kemampuan untuk memahami kompleksitas perushaan dan penyesuian bidang gerak unit masing-masing ke dalam bidang operasional perusahaan secara menyeluruh, yang pada intinya individual tersebut memahami tugas, fungsi serta tanggung jawabnya sebagai seorang karyawan.
3.    Kemampuan hubungan interpersonal, yaitu antara lain kemampuan untuk bekerja sama dengan orang lain, memotivasi karyawan, melakukan negosiasi, dan lain-lain.

2.6.7  Metode penilain kinerja
Metode atau teknik penilaian kinerja karyawan dapat digunakan dengan pendekatan yang berorientasi masa lalu dan masa depan. Dalam praktiknya tidak ada satupun teknik yang sempurna. Akan tetapi hal terpenting adalah bagaimana cara meminimalkan masalah-masalah yang mungkin terdapat pada setiap teknik yang digunakan. Adapun metode-metode penilaian kinerja adalah sebagai berikut:

1. Skala peringkat (Rating Scale)
Merupakan metode yang paling tua dan paling banyak digunakan dalam penilaian prestasi, di mana para penilai diharuskan melakukan suatu penilaian yang berhubungan dengan hasil kerja karyawan dalam skala-skala tertentu, mulai dari yang paling rendah sampai yang paling tinggi. Pada umumnya penilai diberi formulir yang berisi sejumlah sifat dan ciriciri hasil kerja yang harus diisi, seperti kemandirian, inisiatif, sikap, kerja sama dan seterusnya. Keuntungan dari metode ini adalah biayanya yang murah dalam penggunaan dan pengembangannya, penilai membutuhkan sedikit pelatihan atau waktu untuk menyempurnakan formulir yang ada dan metode ini bisa digunakan untuk banyak karyawan.Kelemahan dari metode ini adalah kemungkinan terjadinya prasangka yang subjektif dalam penilaian dengan metode ini.
2. Daftar pertanyaan (Checklist)
Penilai berdasarkan metode ini terdiri dari sejumlah pertanyaan yang menjelaskan beraneka ragam tingkat perilaku bagi suatu pekerjaan tertentu. Penilai tinggal memilih kata atau pertanyaan yang menggambarkan karakteristik dan hasil kerja karyawan.Keuntungan dari dari checklist adalah biaya yang murah, pengurusannya mudah, penilai hanya membutuhkan pelatihan yang sederhana, dan distandarisasi. Kelemahanya meliputi kepakaan pada penympangan penilai (terutama hallo effect), lebih mengedepankan kriteria-kriteria pribadi karyawan dalam menentukan kriteria-kriteria hasil kerja, kesalahan menafsir materi-materi checklist, dan penentuan bobot nilai tidak seharusnya dilakukan oleh departemen SDM. Kerugaian lainnya, metode ini tidak memungkinkan penilai untuk memberikan nilai yang berbeda.

3. Metode dengan pilihan terarah (forced choice methode)
Metode ini dirancang untuk meningkatkan objektivitas dan mengurangi subjektivitas dalam penilaian. Salah satu sasaran dasar pendekatan pilihan ini adalah untuk mengurangi dan menyingkirkan kemunginan berat sebelah penilaian dengan memaksakan suatu pilihan antara pernyataan-pernyataan deskriptif yang kelihatannya mempunyai nilai yang sama.Keuntungan metode pilihan terarah adalah mengurangi penyimpangan penilai, karena beberapa karyawan harus dinilai seperti atasan kepada yang lainnya. Metode ini juga mudah digunakan dan memiliki cakupan yang luas untuk pekerjaan yang beraneka ragam. Walaupun praktis dan mudah distandarisasi, pernyataan yang bersfiat lebih umum tidak bisa mencerminkan hubungan perkejaan spesifik.

4. Metode peristiwa kritis (Critical incident methode)
Metode ini merupakan pilihan yang mendasarkan pada catatan kritis penilai atas perilaku karyawan, seperti sangat baik atau buruk di dalam melaksanakan pekerjaan. Pernyatan-pernyatan tersebut disebut sebagai insiden kritis dan biasanya dicatat oleh atasan selama masa penilaian untuk setiap karyawan yang sangat berguna dan memberikan umpan balik keryawan yang bersangkutan. Kejadian yang positif maupun yang negatif akan dicatat dan diklasifikasikan oleh departemen SDM  ke dalam kategori-kategori, misalnya kontrol keselamatan dan pengembangan karyawan. Metode ini bermanfaat untuk memberi karyawan umpan balik yang terkait langsung dengan pekerjaannya. Ha ini juga mengurangi penyimpangan penilai jika penilai mencatat kejadian selama masa penilaian namun kelamahannya adalah seringkali tidak mencatat ketika insiden terjadi, dan berpeluang terjadinya manipulasi catatan.
5. Manajemen berdasarkan sasaran (Management By Objective)
Management By Objective (MBO) yang berati manajemen berdasarkan sasaran, artinya adalah satu bentuk penilaian di mana karyawan dan penyelia bersama-sama menetapkan tujuan-tujuan atasu sasara-sasaran pelaksanaan kerja di waktu yang akan datang. Penilaian kinerja berdasarkan metode ini merupaka suatu alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan dari bentuk penilaian kinerja lainnya.. Metode ini lebih mengacu pada pendekatan hasil... Dalam proses pencapaian tujuan, atasan dapat membantu dalam bentuk memberi umpan balik. Pada akhir periode yang dtentukan, atasan dan bawahan melakukan evaluasi tetang pencapaian tujuan tersebut. proses penilaian kinerja berdasarkan metode ini dapat dilihat pada gambar 1.2. MBO sebagai metode penilain prestasi kerja pada masa yang akan datang. Di sini prestasi seseorang dinilai melalui tujuan-tujuan yang ditetapkannya secara pencapaian tujuan tersebut. MBO memperlihatkan potensi seseorang dalam pelaksanaan tugas yang lebih besar tanggung jawabnya pada masa yang akan datang melalui pencapaian tujuan tersebut. Kelebihan dari metode ini, adalah:
1.    Dengan mendorong setiap individu karyawan sendiri sasaran yang spesifik dan menantang, MBO memiliki potensi memotivasi karyawan di samping sebagai basis penilain karyawan
2.    Karyawan mengetahui secara tepat apa yang diharapkan dirinya, dan apa yang mereka capai jika mereka ingin dinilai positif oleh atasnnya.
3.    Sangat mudah bagi penyelia untuk melakukan penilaian dengan objektif  karena kriterianya jelas yakni berorientasi pada hasil.
4.    Penetuan tujuan secara sistematis di seluruh perusahaan dan memudahkan dalam perencanaan dan koordinasi

Kelemahan dari metode ini adalah:
1.    Tidak MBO tidak efektif dalam lingkungan di mana manajemen tidak memepercayai karyawan-karyawannya.
2.    Titik berat MBO hanya terhadap hasil-hasil saja dapat mencegah kepada kurangnya penilaian pada bagaiamana hasil-hasil tersebut dicapai, misalnya: individu-individu mungkin mencapai hasil-hasil mereka dengan jalan yang tidak etis yang berdampak negatif bagi perusahaan.
3.    MBO sulit untuk membandingkan tngkat kinerja dari individu yang berbeda, karena penilaian berdasarkan sasaran-sasaran pribadinya.
4.    Banyaknya waktu yang diperlukan untuk menerapkan metode ini.
Selain metode-metode panilaian kinerja yang telah dijelaskan di atas, masih banyak lagi metode penilaian kinerja yang lainnya; seperti: metode catatan prestasi, skala peringkat dengan tingkah laku (bahaviorally anchored rating scale, BARS), Metode peninjauan lapangan, tes dan observasi prestasi kerja (performance test and observation), pendekatan evaluasi komparatif (comparative evaluation approach), penilaian diri sendiri (self appraisal).
2.7 Strategi meningkatkan prodktivitas
                 Strategi adalah sebuah rencana komprehensif yang mengintegrasikan resources dan capabilities dengan tujuan jangka panjang untuk memenangkan kompetisi. Strategi is the overall plan for devloying resources to establish a favourable position for certain actions
                 Agar peningkatan produktivitas kerja dapat terwujud, pimpinan perlu memahami secara tepat tentang faktor-faktor penentu keberhasilan peningkatan produktivitas kerja. Menurut Siagian (2002:10), faktor-faktor tersebut sebagian diantaranya adalah “..etos kerja yang harus dipegang teguh oleh semua pegawai dalam organisasi”. Menurutnya etos kerja adalah norma-norma yang bersifat mengikat dan ditetapkan secara eksplisit serta praktek-praktek yang ditrerima dan diakui sebagai kebiasaan yang wajar untuk dipertahankan dan diterapkan dalam kehidupan kekaryaan anggota dalam suatu organisasi. Etos kerja yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a)    Perbaikan terus menerus
Salah satu upaya untuk dapat meningkatkan produktivitas kerja adalah dengan melakukan perbaikan terus menerus oleh seluruh komponen organisasi. Pandangan ini bukan hanya merupakan salah satu kiat dalam mengelola organisasi dengan baik, tetapi merupakan salah satu etos kerja  yang penting sebagai bagian dari manajemen mutakhir. Hal ini menjadi penting karena organisasi dihadapkan kepada tuntutan agar terus-menerus berubah baik secara internal maupun eksternal.
b)   Peningkatan mutu hasil pekerjaan
Peningkatan produktivitas kerja dapat dicapai melalui peningkatan hasil kerja oleh semua orang dan segala komponene organisasi. Mutu tidak hanya berkaitan dengan produk yang dihasilkan dan dipasarkan, baik berupa barang maupun jasa, akan tetrapi menyangkut segala jenis kegiatan yang diselenggarakan oleh semua pegawai dalam organisasi. Peningkatan mutu sumber daya manusia merupakan aspek lain yang sangat penting sebagai peningkatan mutu hasil kerja.

c)    Pemberdayaan sumber daya manusia
Sumber daya manusia merupakan unsure paling stratejik dalam organisasi, oleh karena itu pemberdayaan sumber daya manusia merupakan etos kerja yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh semua pimpinan dalam hierarki organisasi, manakala pimpinan berupaya untuk meningkatkan produktivitas kerja pegawainya.
Terinspirasi pendapat Ken Shelthon (2002) tentang kepemimpinan dan nmanajemen mutu, dipandang perlu untuk mengubah strategi pemimpin dalam memenangkan persaingan demi tercapainya kinerja produktif, yaitu dengan cara :
Ø Mengendalikan diri secara lebih baik3
Ø Mengubah paradigma berfikir dan bertindak
Ø Membangun kepercayaan
Ø Berkomunikasi dengan efektif
Ø Menelaraskan IQ, EQ, SQ
Uraian diatas menunjukan bahwa wksistensi pemimpin memilii peran sentral dalam sebuah organisasi, yang mampu mensinergikan kecerdasan intelektual (IQ), emosional (EQ), dan spiritual (SQ) dalam menjalankan tugas-tugas kepemimpinannya. Dalam hal ini dibutuhkan keseimbangan dalam hidup dan kehidupan. Konsep keseimbangan dalam Al Qur’an terkandung dalam surat Yaasiin, yang artinya: “Maha suci Allah yang telah menciptakan setiap sesuatu berpasang-pasangan,… “(QS 36:36).
Kaplan dan Norton (2000) memperkenalkan siatem pengukuran yang disebut dengan Balanced scorecard. Menurut pandanga Kaplan dan Norton (2000-9), “ Balanced Scorecard merupakan system manajemen strategis atau kerangka kerja tindakan strategis yang akan mengarahkan perusahaan pada sasaran jangka panjang”. Pada bagian lain, Kaplan dan  Norton (2000-16) menjelaskan bahwa “Balanced Scorecard adalah suatu kerangka kerja baru untuk mengintegrasikan berbagai ukuran yang diturunkan dari strategi bisnis”. Konsep Balanced Scorecard menetapkan alat pengukur keberhasilan manajemen daeri empat perspektif, yaitu : financial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Keempat perspektif tersebut digunakan secara bersama-sama untuk menentukan kinerja manajemen, karena satu sama lainnaya memiliki keterkaitan langsung.
Ada beberapa strategi repositioning perilaku SDM yang dapat dipertimbangkan untuk mencapai keunggulan kompetitif, yaitu sebagai berikut :

1.   Strategi Inovasi
Strategi ini lebih menekankan pada pengembangan perilaku kreatif, mandiri namaun kooperatif, dan siap menanggung resiko. Dalam implementasinya, setiap individu harus berorientasi pada target jangka panjang, memadukan aspek kualitas dengan kuantitas, serta mensinergikan proses dengan hasil berdasarkan kondisi input yang ada.
Implikasinya:
Perusahaan mempekerjakan karyawan yang memiliki keterampilan tinggi, sdikit melakukan pengawasan, menyediakan sumber daya yang cukup untuk eksperimen, dan melakukan penilaian kinerja jangka panjang.
2     Strategi kualitas
Strategi ini lebih menekankan pada pengembangan perilaku repetitive, prediktif, mau bekerja sama, namun kurang berani menanggung resiko. Dalam implementasinya, setiap individu cenderung berorientasi pada pencapaian target jangka menengah dan memprioritaskan pencapaian kualitas, melalui proses yang terkontrol.
Implikasinya:
Perusahaan akan mempekerjakan sedikit karyawan yang memliki komitmen tinggi terhadap tujuan organisasi, dan melakukan pengawasan secara intensif
3. Strategi pengurangan biaya:
Strategi ini lebih menekankan pada perilaku repetitive, prediktif, focus jangka pendek, lebih mengutamakan pada kegiatan individu dan otomatisasi, lebih memperhatikan kuantitas daripada kualitas, kurang berani mengambil resiko, lebih menyukai kegiatan (pekerjaan) yang bersifat stabil.
Implikasinya:
Perusahaan akan lebih banyak menggunakan tenaga part-time atau sub kontrak. Hal ini akan didukung ol;eh berbagai program penyedrhanaan (simplikasi), penggungaan teknik otomatisasi, perubahan aturan kerja, dan fleksibilitas penugasan.
W. Chan Kim dan Renee Mauborgne (2005) menjelaskan tentang perubahan strategi kepemimpinan dari strategi samudra merah ke strategi samudra biru. Berikut penulis sajikan ringkasan pergeseran strategi tersebut dalam table 6.1

Tabel 1
Pergeseran Paradigma dari strategi samudra merah ke samudra biru
STRATEDI SAMUDRA MERAH
STRATEGI SAMUDRA BIRU
    Bersaing dalam ruang pasar yang sudah ada
    Menciptakan ruang pasar yang belu ada pesaingnya
    Memenangkan kompetisi
    Menjadikan kompetisi tidak relevan
    Mengeksploitasi permintaan yang sudah ada
    Menciptakan dan menangkap permintaan baru
    Memilih antara nilai-biaya
    Mendobrak pertukaran  nilai-biaya
Memadukan keseluruhan system kegiatan bisnis dengan pilihan strategis antara diferensiasi atau biaya rendah
    Memadukan keseluruhan system kegiatan dalam mengejar diferensiasi dan biaya rendah
Sumber : W. Chan Kim dan Renee Mauborgne (2005), Blue Ocean Strategy.
                 Strategi samudra biru dalam meraih keunggulan bisnis lebih difokuskan pada penemuan pasar baru dengan menciptakan networking dengan mitra kerja maupun para pesaing.
2.7.1 Perencanaan Peningkatan system produktivitas
Perancanaan peningkatan system produktivitas seyogianya berdasarkan pada identifikasi akar penyebab penurunan produktivitas yang telah dilakukan dalam evaluasi sistem produktivitas. Program-program spesifik yang berkaitan denga peningkatan atau perbaikan terus-menerus dan system produktivitas harus didesain berdasarkan informasi yang diperoleh melalui analisis dan evaluasi secara komprehensif dan mendalam terhadap sistem produktivitas perusahaan itu. Bagaimanapun sebelum memulai suatu program peningkatan produktivitas terus-menerus dari perusahaan, pihak manajemen harus membangkitkan kesadaran semua anggota perusahaan tentang pentingnya peningkatan produktivitas perusahaan. Berkaitan dengan upaya membangkitkan kesadaran akan peningkatan produktivitas perusahaan, perlu dilakukan perencanaan terhadap beberapa hal berikut :
Ø Menyiapkan informasi yang menyeluruh tentang program-program peningkatan produktivitas yang akan dilakukan oeh organisasi itu
Ø Menyiapkan saluran-saluran untuk penyampaian umpan-balik (feedback)
Ø Memilih berbagai media untuk menciptakan kesadaran dan memeperoleh umpan balik, misalnya: menggungakan surat dari manajemen puncak, membuat poster-poster, medali-medali khusus, rapat-rapt,dll.
Ø Menciptakan suatu kesan yang bersugguh-sungguh melalui komunikasi dan tindakan nyata yang menunjukan bahwa peningkatan produktivitas merupakan prioritas utama dari organisasi.
Ø Melakukan suatu survey atau angket untuk mengetahui reaksi awal yang akan timbul apabila program-program peningkatan produktivitas akan diterapkan.

2.7.2.   Langkah-langkah program peningkatan sistem produktivitas
Program peningkatan produktivitas dapat dilakukan menggunakan langkah-langkah berikut:
Ø Memilih dan menetapkan program peningkatan produktivitas
Ø Mengemukaka alas an mengapa memilih program itu
Ø Melakukan analisis, situasi melalui pengamatan situasional
Ø Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu
Ø Melakukan analisis data
Ø Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran peningkatan produktivitas
Ø Melaksanakan program peningkatan produktivitas selama waktu tertentu
Ø Melakukan studi penilaian terhadap program peningkatan produktivitas itu
Ø  Mengambil tindakan berupa tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi

2.7.3.      Strategi Meningkatkan Sistem Produktivitas Perusahaan
Karena produktivitas merupakan rasio output terhadap penggunaan niput, strategi peningkatan system produktivitas perusahaan dapat dilakukan melalui lima cara berikut yang harus disesuaikan denga situasi dan kondisi perusahaan, antaran lain :

1.    Menerapkan Program Reduksi Biaya
Program reduksi biaya merupakan suatu program yang dilakukan oleh pihak manajemen industri, di mana untuk menghasilkan output dengan kuantitas yang sama, kita menggunakan input dalam jumlah yang lebih sedikit. Peningkatan produktivitas melalui program reduksi biaya berarti: output tetap dibagi input lebih sedikit. Melaksanakan program reduksi biaya tidak berarti bahwa komponen biaya dikurangi secara pukul rata, katakanlah memotong biaya sebesar 10%.                                                                                                                                                                                                                
Tidak demikian, program reduksi biaya mengacu pada penghilangan biaya-biaya yang tidak perlu atau penghilangan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas-aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah pada produk. Itu berarti bahwa program reduksi biaya mengacu pada upaya menghilangkan pemborosan yang ada dalam system reduksi itu.
2.      Mengelola Pertumbuhan
Peningkatan produktivitas melalui pengelolaan pertumbuhan akan efektif apabila permintaan pasar sedang meningkat, sehingga output yang diproduksi perlu ditambah. Dalam situasi ini, peningkatan produktivitas dicapai melalui peningkatan output dalam kuantitas yang lebih besar sesuai permintaan pasar dengan meningkatkan penggunaan input dalam kuantitas yang lebih kecil. Jadi, output meningkat lebih banyak, sedangkan input meningkat lebih sedikit. Program peningkatan produktivitas melalui pengelolaan pertumbuhan, berarti bahwa suatu investasi baru atau penambahan biaya yang dilakukan akan menghasilkan lebih banyak output daripada investasi itu, sehingga angka rasio output terhadap input akan meningkat. Peningkatan penggunaan modal atau capital dan teknologi, desain ulang system produksi, peningkatan aktivitas pendidikan dan pelatihan tenaga kerja, desain dan pengembangan organisasi, merupakan aktivitas-aktivitas actual dalam mengelola pertumbuhan.
3.      Bekerja Lebih Tangkas
“Anda tidak perlu menyuruh orang untuk bekerja lebih keras, karena mereka telah bekerja keras, tetapi suruhlah mereka bekerja lebih tangkas”. Stratgi ini dilakkan apabila permintaan pasar meningkat sehingga output perlu ditingkatkan, namun peningkatan output itu dicapai melalui penggunaan input denga kuantitas yang tetap, karena tenaga kerja telah bekerja lebih tangkas atau lebih cerdik. Dengan demikian produksi meningkat sesuai permintaan pasar, namun tingkat penggunaan input konstan (tetap dalam jumlah). Daalm kondisi ini juga akan diperoleh biaya produksi per unit output yang lebih rendah. Penigkatan arus perputaran inventori (inventory turnover ratio) dan perbaikan desain produk merupakan aktivitas actual dari “bekerja lebih tangkas”. Perusahan-perusahaan Jepang juga menerapkan strategi ini dalam meningkatkan produktivitas dari industry.
4.      Bekerja Lebih Efektif
Peningktan produktivitas melalui penerapan strategi ini akan efektif apabila permintaan  pasar meningkat sehingga output perlu ditingkatkan. Dalam strategi bekerja lebih efektif, penigkatan produktivitas dicapai melalui pengkatan output sesuai pengkatan permintaan pasar dan penurunan penggunaan input. Melalui bekerja lebih efektif, kita akan memperoleh jumlah output dalam jumlah yang lebih banyak dengan menggunakan input yang lebih sedikit
5.      Mengurangi aktivitas
Dalam situasi perekonomian yang menurun, seperti dalam kondisi resesi ekonomi, tingkat inflasi tinggi. Strategi penigkatan produktivitas melalui pengurangan aktivitas akan sangat efektif. Strategi ini diterapkan dengan cara mengurangi produksi serta menghilangkan atau menjual kemblai asset yang tidak produktiv. Jadi, produktivitas perusahaan ditingkatkan melalui pengurangan sedikit output sesuai dengan permintaan pasar dan mengurangi banyak input yang tidak perlu.
2.7.4.      Model peningkatan system produktivitas berorientasi proses
Melalui studi pustaka yang mendalam ditunjang dengan keberhasilan dari pengalaman praktek ketika menetapkan system kualitas dan produktivitas pada beberapa perusahaan industry Indonesia.
           
Peningkatan produktivitas proses bisnis global dimulai dari penetapan pengukuran produktivitas yang dilakukan pada keseluruhan sistem bisnis, dimana apabila ditemukan adannya masalah produktivitas berupa penurunan produktivitas atau tidak mencapai sasaran produktivitas yang ditetapkan, maka masalah  produktivitas  itu hanya diidentifikasi, untuk seterusnya dianalisis akar penyebab masalah produktivitas yang ada dan terjadi dalam proses bisnis secara keseluruhan. Hasil temuan akar penyebab dar masalah produktivitas itu selnajutnya harus dihilangkan melalui perencanaan program penigkatan produktivitas bisni global. Seterusnya program penigkatan produktivitas bisnis global itu diimplementasikan, dan pada akhirnya kita mengembangkan tindakan pencegahan dankorektif untuk mencegah atau menghilangkan akar penyebab masalah produktivitas yang terjadi dalam proses bisnis global secara keseluruhan,
Model peningkatan produktivitas proses bisnis global berlandaskan pada semangat perbiakan terus-menerus (continous improvement) yang diarahkan pada perbaikan terus menerus dalam proses informasi, proses kerja dan proses orang.
2.8 Manajemen Perubahan
Sebagai manusia kita hidup dalam dunia penuh perubahan. Perubahan merupakan sesuatu hal yang pasti (terjadi, dan akan terjadi), hal mana sudah diketahui oleh manusia sejak zaman dahulu, yang diungkapkan mereka melalui kata-kata “Panta Rei” (bahasa Belanda: alles verandert – bahasa Inggris: evertyhing changes).
Dengan demikian berarti bahwa manusia perlu senantiasa “berubah” sesuai dengan tuntutan perubahan itu sendiri. Perubahan yang dimaksud meliputi misalnya perubahan dalam perilaku – perubahan dalam sistem nilai dan penilaian – perubahan dalam metode dan cara-cara bekerja – perubahan dalam peralatan yang digunakan – perubahan dalam cara berpikir – perubahan dalam hal bersikap.
Singkat kata, manusia perlu senantiasa menyesuaikan diri dengan perubahan dan tuntutan perubahan. Perubahan dapat terjadi secara evolusioner, tetapi ia pula dapat berlangsung secara revolusioner. Perlu diingatkan bahwa tidak semua perubahan yang terjadi akan menimbulkan kondisi yang lebih baik, hingga dalam hal demikian tentu perlu diupayakan agar bila dimungkinkan perubahan diarahkan ke arah hal yang lebih baik dibandingkan dengan kondisi sebelumnya.
Dengan demikian dapat kita mengatakan lagi bahwa perubahan senantiasa mengandung makna, beralihnya keadaan sebelumnya (the before condition) menjadi keadaan setelahnya (the after condition). Transisi dari kondisi awal hingga kondisi kemudian memerlukan suatu proses transformasi, yang tidak selalu berlangsung dengan lancarnya, mengingat bahwa perubahan-perubahan sering kali disertai aneka macam konflik yang muncul. Salah satu sasaran manajemen perubahan adalah: “mengupayakan agar proses transformasi tersebut berlangsung dalam waktu yang relatif cepat dengan kesulitan-kesulitan seminimal mungkin”. Pembahasan perubahan dan proses perubahan, biasanya dilakukan orang melalui fokus perubahan keorganisasian (organizational change). Keharusan untuk melaksanakan perubahan dewasa ini dalam lingkungan yang penuh turbulensi dan dinamika, merupakan sebuah fakta kehidupan bagi kebanyakan organisasi-organisasi dewasa ini tidak boleh menunggu hingga mereka mengalami proses kemunduran, dan barulah mereka melaksanakan perubahan-perubahan; mereka secara terus-menerus perlu memprediksi dan mengantisipasi kebutuhan akan perubahan. Ada berbagai macam alasan mengapa organisasi-organisasi berubah, dan banyak terdapat tipe perubahan yang dapat dilaksanakan mereka seperti misalnya perubahan yang timbul karena kegiatan restrukturisasi –­engineering – dan e-engineering- inovasi dan TQM (Total Quality Management).
2.8.1 Beberapa Definisi Manajemen Perubahan
Perubahan adalah proses dimana kita berpindah dari kondisi yang berlaku menuju ke kondisi yang diinginkan, yang dilakukan oleh para individu, kelompok-kelompok serta organisasi-organisasi dalam hal bereaksi terhadap kekuatan-kekuatan dinamik “internal maupun eksternal”, (Cook et al., 1997:530). Definisi yang dikemukakan menimbulkan kesan bahwa kondisi yang sedang berlaku, atau yang sedang dihadapi, kurang memuaskan, sehingga diperlukan adanya perubahan untuk mencapai kondisi yang lebih diinginkan. Dengan demikian terlihat adanya unsur perekayasaan dalam hal menimbulkan/menciptakan kondisi perubahan tersebut. Adanya kekuatan - kekuatan dinamik internal dan eksternal yang turut menyebabkan adanya keharusan untuk menciptakan perubahan kiranya jelas, karena setiap organisasi senantiasa menghadapi masalah-masalah internal, tetapi karena, organisasi merupakan sistem, khususnya sistem terbuka, maka setiap organisai dengan sendirinya menghadapi tekanan-tekanan/tuntutan-tuntutan dari lingkungan untuk menciptakan perubahan.
Definisi berikut disajikan oleh Robbins. (Robbins/Coulter, 1999: 380). “Change...any alteration in people, structure or technology – perubahan...setiap perubahan dalam manusia, struktur atau teknologi”. Definisi ini menyatakan bahwa perubahan mencakup perubahan dalam manuisa, struktur, atau teknologi. Kiranya sekalipun tidak dinyatakan secara eksplisit oleh Robbins/Coulter, di dalam perubahan, tercakup perubahan dalam unsur lingkungan – nilai (sistem nilai) – dan sumber-sumber daya. Andaikan tidak ada perubahan, maka tugas perencanaan seorang manajer akan menjdai teramat sederhana, karena esok tidak akan berbeda dengan saat sekarang. Mengapa perubahan demikian penting bagi para manajer dan organisasi-organisasi? Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa organisasi-organisasi yang tidak mengupayakan adanya perubahan tepat waktu sulit untuk memelihara ketahanan mereka. Tingkat perubahan berlangsung dengan cepat dalam kondisi sekarang, dan pengetahuan serta teknologi, senantiasa menciptakan inovasi-iniovasi baru dengan kecepatan yang luar biasa.
Pandangan Stephen P. Robbins menyatakan bahwa makin banyak organisai dewasa ini menghadapi lingkungan dinamik, dan yang mengalami perubahan, dan yang menyebabkan timbulnya keharusan untuk berubah. Ada enem macam kekuatan yang bekerja sebagai stimulan bagi perubahan yakni:
1.   Sifat angkatan kerja yang berubah;
2.   Teknologi;
3.   Kejutan-kejutan ekonomi;
4.   Tren sosial yang berubah;
5.   Politik dunia “baru”;
6.   Sifat persaingan yang berubah.
(secara singkat dinyatakan: “change: making things diffrerent”)
2.8.2     Tentangan terhadap Perubahan
Menurut Stephen P. Robbins dalam studi tentang perilaku individual dan perilaku keorganisasian, terlihat adanya gejala bahwa organisasi-organisasi dan anggotanya sering kali menentang perubahan. Dipandang dari sudut tertentu, hal tersebut adalah positif. Ia menyediakan suatu tingkat stabilitas dan prediktibilitas tertentu terhadap perilaku. Ada sejumlah sumber yang menimbulkan adanya tetangan atau penolakan terhadap perubahan.

v  Tantangan Atau Penolakan Individual Terhadap Perubahan
Sumber penyebab timbulnya tentangan terhadap perubahan terdapat pada karakteristik dasar manusia seperti misalnya: persepsi – kepribadian – dan kebutuhan-kebutuan. Menurut Robbins terdapat adanya lima macam alasan mengapa individu-individu menentang perubahan. Perhatikan gambar berikut:

v  Tentangan Keorganisasian (Organizational Resistance)
Karena sifat mereka, organisasi-organisasi pada umumnya memiliki sifat konservatif; mereka secara aktif menentang perubahan. Orang telah mengidentifikasikan enam macam sumber (penyebab) timbulnya tentangan-tentangan keorganisasian.

2.8.3  Cara Untuk Mengatasi Tentangan Terhadap Perubahan (Robbins, 1991: 643-644)
Ada enam macam taktik, yang disarankan untuk diterapkan oleh para agen perubahan, dalam hal menghadapi perubahan. Adapun taktik yang dimaksud sebagai berikut:
1.      Pendidikan dan komunikasi
Penerapan diskusi seorang demi seorang, presentasi yang disajikan kepada kelompok-kelompok, memo-memo, laporan-lapora, demostrasi-demonstrasi untuk mendidik orang-orang, sebelumnya sehubungan dengan sesuatu perubahan (yang akan dilaksanakan) - dan membantu orang-orang melihat serta memahami logika sesuatu perubahan yang diusulkan.
2.      Partisipasi
Memperkenankan pihak lain untuk mendesain serta mengeimplemantasi perubahan-perubahan: meminta individu-individu untuk menyumbangkan ide dan pandangan mereka, atau membentuk kelompok-kelompok tuas, atau komite-komite untuk merancang perubahan yang dimaksud.
3.      Fasilitas dan bantuan
Menyediakn bentuan sosio emosional untuk ‘meringankan’ pengorbana-pengorbanan yang terjadi pada waktu perubahan berlangsung, mendengar secara  aktif terhadap maslaha-masalah serta keluhan-keluhan, menyediakan pelatihan -pelatihan sehubungan dengan cara-cara baru yang perlu diterapkan, dan membantu para karyawan untuk mengatasi masalah tekanan-tekanan karena tuntutan kinerja.
4.      Negosiasi
Menyediakan insentif-insentif untuk diberikan kepada pihak-pihak yang menentang (resistors) baik yang actual maupun yang potensial, menyelesaikan masalah-masalah ‘trade-offs’ guna menyediakan manfaat-manfaat khusus sebagai jaminan bahwa perubahan yang berlangsung tidak akan disabotase.
5.      Manipulasi dan kooptasi (kooptasi merupakan sebuah bentuk manipulasi dan   partisipasi)
Penggunaan upaya-upaya jelas, untuk mempengaruhi pihak lain: secara seletik menyediakan informasi dan secara sadar menstruktur kejadian-kejadian, demikian rupa, hingga perubahan yang diinginkan mendapatkan support maksimal.
6.      Paksaan (coercion)
Penggunaan kekuatan agar orang-orang bersedia menerima perubahan yang dirancang; mengancam pihak yang menentangnya, dengan aneka macam dampak yang tidak disukai, andai kata mereka tidak mematuhi ketentuan-ketentuan yang menyertai perubahan tersebut.



2.8.4 Konsep Gemba Kaizen (Imai, 1997)
Sejak tahun 1686, diterbitkan sebuah buku yang berjudul: Kaizen the key to Japan’s competitive succes. Kini istilah Kaizen telah diterima secara umum sebagai sebuah istilah kunci dalam manajemen. Dalam bahasa Jepang, Kaizen berarti “perbaikan secara berkesinambungan”. Konsep tersebut jelas berkaitan dengan kegiatan perubahan dan perbaikan. Di lingkungan industri Jepang telah dikembangkan aneka macam istilah teknis seperti misalnya: Total Quality Control (TQC) – Quality Circles (Gugus kendali Mutu) – Zero Defects – Just In Time (JIT) Management – Sugestion System, dan sebagainya. Kaizen merupakan konsep pokok yang memayunginya.

2.8.5 Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Perubahan
Perubahan-perubahan yang terjadi pada organisasi-organisasi, ditimbulkan oleh aneka macam kekuatan eksternal dan internal, yang sering kali berinteraksi hingga mereka saling memperkuat satu sama lainnya. Para manajer yang bereaksi atas faktor-faktor tersebut, sering kali menimbulkan dampak penting atas individu-individu, yang ada di dalam organisasi yang bersangkutan. Guna bertahan dan berkembang, maka organisasi-organisasi perlu bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap berbagai macam kekuatan tersebut. Mereka perlu melaksanakan kegiatan inovasi, dan secara berkesinambungan memperbaiki produk serta jasa-jasa mereka, guna memenuhi permintaan konsumen yang berubah dan guna menghadapi pihak pesaing. Teknologi-teknologi yang digunakan perlu disesuaikan, dan perlu diketemukan cara-cara yang lebih baru dan lebih baik, untuk melaksanakan kegiatan pengorganisasian dan manajemen.


Berikut ini disajikan sebuah tabel yang menunjukkan aneka macam kekuatan dan contoh-contoh perubahan (Cook, Hunsaker, 2001: 530)
Teknologi
Internet dan World Wide Web.
Teknologi Informasi (Enterprise Resource Management (ERM).
Genetic Engineering
Komputer-komputer dan robot-robot
Teknik-teknik Manajemen Kualitas Statistikal
Process Reengineering
Kondisi-kondisi Ekonomi
Resesi atau ekspansi
Fluktuasi-fluktuasi suku bunga
Tingkat tenaga kerja internasional
Regulasi dan tindakan-tindakan peradilan
Kompetisi Global
Keberhasilan ekonomi negara-negara di Asia
Unifikasi Uni Eropa (dan Timur/Barat)
Merger-merger dan konsolidasi-konsolidasi
Perubahan-Perubahan Sosial dan Demografik
Perhatian yang makin meningkat terhadap persoalan-persoalan lingkungan
Diversitas kultural yang makin meningkat
Tingkat-tingkat edukasi yang meningkat, para tenaga kerja
Kesenjangan yang makin meningkat antara kelompok orang-orang kaya dan orang-orang miskin
Tantangan-tantangan Internal
Masalah-masalah behavioral: keluar/masuknya karyawan dengan kecepatan tinggi, absentisme, pemogokan-pemogokan, sebotase
Problem-problem yang menyangkut proses: kebekuan komunikasi dan pengambilan keputusan atau inovasi-inovasi
Pertentangan-pertentangan antara etika kerja, dan etika sosial pada banyak negara.
Politik keorganisasian dan konflik-konflik keorganisasian yang berisifat destruktif.

2.8.6 Memanage Perubahan
Topik memanage perubahan merupakan sebuah topik, yang paling dekat dengan penguraian totalitas tugas seorang manajer. Hampir segala sesuatu yang dilakukan seseorang manajer hingga tingkat tertentu berkaitan dengan implementasi perubahan. Mempekerjakan seorang karyawan baru (mengubah kelompok kerja), membeli peralatan baru (mengubah metode kerja), dan mengatur kembali titik-titik pusat pekerjaan (mengubah arus kerja) kesemuanya memerlukan pengetahuan tentang bagaimana cara memanage perubahan secara efektif. Boleh dikatakan hampir setiap kali seseorang manajer mengambil suatu keputusan, maka keputusan tersebut menyangkut tipe perubahan tertentu. Perubahan merupakan sebuah fakta kehidupan pada semua organisasi. (istilah perubahan keorganisasian atau organizational change, sering ditonjolkan dalam studi tentang perilaku keorganisasian).
Apabila kita merenungkan proses perubahan, maka perubahan itu menunjukkan tingkatan-tingkatan yang berbeda, yang berkisar sekitar perubahan yang kurang berarti pada sebuah prosedur kerja, hingga perombakan total pada struktur organisasi. Setiap manajer dalam rangka upaya memanage proses perubahan secara efektif, perlu memahami atau memiliki pemahaman proses perubahan secara efektif, perlu memahami atau memiliki pemahaman tentang persoalan motivasi, kepemimpinan, dinamika kelompok, politik keorganisasian, konflik, determinan-determinan perilaku, dan komunikasi (Gray, Starke, 1984: 552)
Apabila kita ingin mempelajari kegiatan memanage perubahan, maka sebaiknya kita mulai mempelajari analisis tentang tingkat-tingkat perubahan (yang mencakup tingkat individu, kelompok, dan keorganisasian).
2.8.7 Tingkat-tingkat Perubahan Keorganisasian
Ada dua macam metode untuk menganalisis tingkat-tingkat perubahan keorganisasian. Salah satu metode adalah mempelajari tingkat-tingkat individu kelompok dan tingkat keorganisasian, dan metode kedua adalah mempelajari tingkat perubahan yang diperlukan pada kelompok yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut. Kombinasi antara tingkat dan derajat atau tingkat perubahan menghasilkan sebuah matriks hubungan-hubungan tersebut.


DERAJAT PERUBAHAN
 
TINGKAT-TINGKAT PERUBAHAN

Kecil
 
INDIVIDUAL
KELOMPOK
ORGANISASI

Menengah
 
Promosi individu-individu
Tambahan karya baru pada kelompok yang ada
Ciptakan departemen staf baru
Program pelatihan untuk
Leburkan kelompok-kelompok
Pengurangan angkatan kerja

Besar
 
Ganti C.E.O
Bubarkan kelompok kerja
Restrukturrisasi organisasi secara besar-besaran
                           Matriks I: Contoh-contoh Interaksi Antara Tingkat-tingkat dan Derajat Perubahan. (Gray, Strake, 1984: 553)

1.   Perubahan Pada Tingkat Individual
Perubahan-perubahan pada tingkat individual jarang menimbulkan implikasi signifikan, bagi organisasi yang bersangkutan secara total, walaupun terdapat adanya kekecualian tertentu pada saat-saat tertentu. Contoh-contoh tentang perubahan pada tingkat individual adalah perubahan pada penugasan pekerjaan, dipindahkannya karyawan yang bersangkutan ke lokasi yang berbeda, atau perubahan pada kondisi kedewasaan individu yang bersangkutan, yang terjadi dengan berlangsungnya waktu.
Menurut Teori sistem sosial, setiap perubahan di dalam sesuatu sistem, akan memengaruhi bagian-bagian lain dari sistem tersebut, tetapi dampak yang timbul sering kali demikian kurang berarti. Setiap manajer, yang ingin melaksanakan suatu perubahan penting pada tingkat individual, perlu mengingat bahwa perubahan tersebut kiranya akan menimbulkan dampak-dampak diluar individu yang bersangkutan. Misalnya, apabila seorang manajer memutuskan untuk memindahkan seorang karyawan, maka hal tersebut dapat mengganggu pelaksanaan fungsi sosial kelompok kerja yang ada (Gray, Starke, 1984)
2.   Perubahan Pada Tingkat Kelompok
Kebanyakan perubahan keorganisasian menimbulkan dampak besar, pada tingkat kelompok. Hal tersebut disebabkan oleh karena kebanyakan kegiatan di dalam organisasi-organisasi di organiasai pada basis kelompok. Kelompok yang dimaksud mungkin berupa departemen-departemen, tim-tim proyek, unit-unit fungsional di dalam departemen-departemen, atau kelompok-kelompok kerja informal. Perubahan-perubahan pada tingkat ini dapat mempengaruhi arus pekerjaan, desain pekerjaan, organisasi sosial, sistem-sistem pengaruh dan status, dan pola-pola komunikasi. Dengan demikian, para manajer dalam hal mengimplementasi perubahan, perlu mempertimbangkan faktor-faktor kelompok.
Kelompok-kelompok informal dapat menjadi kendala-kendala terhadap perubahan, karen kekuatan inharen yang dimiliki oleh mereka. Kita tidak perlu jauh-jauh mencari contohnya: di negara kita sering kali apabila pihak manajemen akan menyelenggarakan perubahan-perubahan penting dalam organisasi mereka, maka dengan cepat tentangan-tentangan muncul dari pihak karyawan dalam bentuk aneka macam demonstrasi protes-protes, dan dimintanya pemerintah untuk “turun tangan” menyelesaikan konflik-konflik yang timbul atau akan timbul karena perubahan tersebut.
Mengingat pengaruh besar, yang dapat ditimbulkan oleh kelompok-kelompok terhadap individu-individu, maka implementasi perubahan secara efektif, pada tingkat kelompok sering kali dapat mengatasi tentangan pada tingkat individual. (Gray, Strake, 1984).
3.   Tingkat Keorganisasian
Perubahan yang terjadi pada tingkat keorganisasian pada umumnya dinyatakan orang sebagai pengembangan organisasi (organizational development).
Catatan:
Secara teknilkal, istilah pengembangan organisasi berkaitan dengan setiap perubahan yang direncanakan, di dalam suatu organisasi. Tetapi dalam hal menafsirkan istilah tersebut secara populer ia biasanya dihubungkan dengan program pengembangan organisasi (OD program), yang berupaya untuk menimbulkan perubahan-perubahan penting dalam suatu organisasi, walaupun perubahan demikian dapat terjadi pada tingkat individual dan tingkat kelompok. Keputusan-keputusan pada tingkat keorganisasian, biasanya dambil oleh pihak manajemen senior. Keputusan-keputusan demikian kerap kali terjadi dalam jangka panjang, dan mereka memerlukan perencanaan matang dalam pengimplementasiannya.
 Adapun contoh-contoh perubahan demikian, berupa: Tindakan reorganisasi struktur dan tanggung jawab organisasi yang bersangkutan, Perombakan total sistem imbalan perusahaan tersebut,atau perubahan-perubahan besar dalam sasaran-sasaran organisasi yang bersangkutan. Hubungan antara ketiga macam tingkatan perubahan digambarkan pada gambar berikut:

DAMPAK
 
SUMBER

INDIVIDU
KELOMPOK
ORGANISASI
INDIVIDU
-
B
B
KELOMPOK
M
-
B
ORGANISASI
K
M
-
            Keterangan:
K = Kecil
M = Menengah
B = Besar
Gambar 1.9:       Dampak Interaksi dari Berbagai Macam Tingkatan Perubahan Keorganisasian
Gambar tersebut menunjukkan bahwa perubahan-perubahan yang terjadipada sesuatu tingkat memepengaruhi tingkat-tingkat lain di mana dampak dominan berlangsung dari tingkat keorganisasian total, ke bawah hingga tingkat individual. Kekuatan dampak tersebut akan bervariasi dengan sumbernya: misalnya perubahan-perubahan keorganisasian cenderung akan menimbulkan perubahan-perubahan besar pada indivu-individu, tetapi individu-individu akan menimbulkan dampak minimal atas organisasi-organisasi. Kelompok atau tingkat menengah, cenderung menimbulkan dampak moderat atas individu-individu dan organisasi. (Gray, Strake, 1984)


2.8.8 Proses Perubahan yang Direncanakan (Planned Change)
Perubahan keorganisasian memiliki dua macam tujuan yaitu:
a. Menyusaikan organisasi yang bersangkutan dengan lingkungannya
b.Mengubah perilaku para karyawan
Adapun proses perubahan keorganisasian yang direncanakan mencakup 9 (sembilan) macam langkah yang disajikan pada model berikut. Walaupun harus diakui, bahwa proses perubahan tidak selalu berlangsung sesuai dengan urutan yang disajikan, langkah-langkah yang dikemukakan tetap merupakan komponen-komponen dasar sekalipun urutannya tidak diikuti.
Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan sewaktu akan dilakukan perubahan pada sebuah organisasi. Bagaimana cara para manajer menghadapi faktor-faktor pokok apabila akan mengubah suatu organisasi, hingga tngkat tertentu akan menentukan hingga di mana keberhasilan perubahan keorganisasian tersebut akan dicapai. Adapun faktor-faktor tersebut berupa:
a.    Agen Perubahan
b.   Menetapkan apa yang perlu diubah
c.    Jenis perubahan yang akan dilakukan
d.   Para Individu yang dipengaruhi oleh perubahan tersebut
e.    Evaluasi perubahan tersebut

2.8.9 Tipe Perubahan Keorganisasian
  Ada Sejumlah perubahan yang dapat kita anggap sebagai perubahan yang direncanakan, dalam arti bahwa mereka mencakup suatu upaya yang dilakukan secara sadar guna mengubah aspek tertentu, dari bisnis tertentu. Paling sering kita menemukan fakta bahwa hal tersebut disebabkan oleh karena adanya persepsi tertentu tentang celah kinerja tertentu, relitif dibandingkan dengn persaingan suatu perusahaan. Akibatnya adalah, bahwa produk baru atau sebuah jasa baru. Atau mungkin, merekayasa kembali (reengineering) proses dasar kita, dianggap perlu, atau mungkin pula kita ingin mengintroduksi sebuah teknologi baru. Ada pihak yang beranggapan bahwa proses perubahan yang direncanakan demikian, perlu dilaksanakan secara berkelanjutan. Berikut ini disajikan sebuah tabel berisikab aneka macam tipe perubahan keorganisasian.

Perubahan Strategis
· Postur pertumbuhan
· Pendekatan berbalik arah
· Penarikan diri (Retrenchment)
· Stabilitas
Perubahan Struktural
·Reorganisasi fungsional]
·Mendatarkan hierarki
·Struktur tim
·Desentralisasi kekuasaan
Peruabahan Teknologi
· Otomasi proses
· Networking
· Memutakhirkan peranti keras
· Aplikasi baru peranti lunak atau konversi
Perubahan Manusia
·Sikap atau isu-isu tentang komitmen
·Dampak-Dampak kinerja atau perbaikan-perbaikan
·Inisiatif-inisiatif sehubungan dengan kualitas kehidupan kerja
·Redesain pekerjaan atau upaya-upaya motivasi
Tabel 2:           Tipe-tipe Perubahan Keorganisasian
2.9 Sepuluh Macam Faktor dalam Manajemen Perubahan Secara Efektif
 Menurut McCalman dan Paton, perlu diperhatikan sepuluh macam factor dan ditindaklanjuti, apabila para manajer berkeinginan untuk memanage perubahan secara efektif. Dengan jalan memastikan bahwa faktor-faktor tersebut telah dipertimbangkan, sebelum diinisiasikannya perubahan, maka sang pemilik masalah dan para agen perubahan yang berkaitan dengan mereka, akan berada dalam posisi, di mana mereka dengan baik dapat memanage proses transisi, dari kondisi yang serba kurang, serba tidak optimal, menuju kondisi yang diinginkan.
1.      Perubahan bersifat pervasif (menyebar) secara menyeluruh.
2.      Perubahan efektif, memerlukan bantuan manajemen senior secara aktif.
3.      Perubahan merupakan sebuah kegiatan yang bersifat multidisipliner.
4.      Perubahan berhubungan dengan persoalan manusia
5.      Perubahan berhubungan dengan keberhasilan.
6.      Perubahan merupakan sebuah proses yang berkelanjutan.
7.      Perubahan efektif memerlukan agen perubahan yang kompeten.
8.      Ditinjau dari sisi pandang metodologi, maka tidak ada cara satu-satunya yang terbaik.
9.      Perubahan menyangkut kepemilikan.
10.  Perubahan menyangkut persoalan kegembiraan, tantangan, dan peluang.
2.10 Model Adkar untuk Manajemen Perubahan
Model Adkar untuk manajemen perubahan merupakan sebuah alat diagnostikn yang dapat membantu para karyawan memahami di mana mereka berada di dalam proses perubahan. Sebagai seorang manajer, kita dapat memanfaatkan alat ini guna mengidentifikasi celah-celah dalam proses manajemen perubahan kita, dan kemudian kita memberikan pendidikan dan pelatihan efektif kepada karyawan kita.
Model Adkar dapat dimanfaatkan untuk:
·      Mendiagnosis tentangan para karyawan (terhadap perubahan);
·      Menciptakan sebuah rencana kegiatan yang berhasil untuk kemajuan pribadi, serta professional, sewaktu perubahan tersebut berlangsung;
·      Mengembangkan sebuah rencana pengembangan untuk para karyawan kita.

Model Adkar dikembangkan oleh seorang yang bernama Prosci pada tahun 2001, setelah ia melaksanakan kegiatan riset pada lebih dari 700 buah buah perusahaan, yang melaksanakan proyek-proyek perubahan besar. Model tersebut ditujukan untuk dijadikan sebuah alat pendidikan, guna membantu para karyawan dalam hal menghadapi proses perubahan.
Guna lebih memahami model Adkar secara lebih efektif. Kita perlu memahami kerangka kerja yang menjadi landasan bagi inisiatif-inisiatif perubahan. Pada diagram berikut, perubahan terjadi pada dua buah dimensi sebagai berikut;
·                     Dimensi bisnis (sumbu vertikal) dan,
·                     Dimensi manusia (sumbu horizontal).
Perubahan secara berhasil dicapai, apabila kedua dimensi perubahan tersebut berlangsung secara simultan.

















Study Kasus

Manajer Senior Korporat & Komunikasi PT Amway Indonesia Tina Prabowo yang memiliki 31 anak buah menilai, pertimbangan kemampuan dan kemauan anak buah sangat berperan dalam proses pemberdayaan. Dengan mengetahui kemampuan dan kemauan anak buah, akan terlihat area mana yang bisa diperdalam sehingga mereka bias maju sesuai dengan keinginan dan target perusahaan. Melihat kemampuan anak buah juga sangat terkait dengan pemilihan pelatihan dan pendidikan yang perlu diberikan, sehingga proses pemberdayaan bisa berjalan dengan baik dan sesuai harapan.
Artinya, kembali lagi, right man in the right place menjadi kunci sukses pemberdayaan. Karena itu, dalam memberikan tugas, yang terpenting adalah bertujuan supaya anak buah sukses. Ukuran sukses tentunya harus mengandung tantangan yang cukup, proses belajar yang menunjang, dan dukungan yang memadai.
Bagaimana dengan kemampuan anak buah yang berbeda? Menurut Judhi, manajer jangan terjebak pada kekurangan dan kelemahan anak buah. Ia justru harus menyeimbangkannya dengan kekuatan mereka. Proses pengembangan dengan mendasarkan pada kekuatan mereka akan mempercepat konstribusi mereka pada organisasi. Memberdayakan anak buah haruslah dibarengi dengan skap legowo menerima kesalahan dan ketidaksempurnaan mereka.
Memberdayakan anak buah harus dimulai dari diri manajer. Ia harus menyadari, pemberdayaan akan membuat pekerjaannya lebih ringan dan lebih mudah. Pemberdayaan anak buah juga kesempatan untuk tumbuh dan berkembang. Manajer harus mengenali area tugas atau pekerjaan-pekerjaan di bagian yang dipimpinnya, sekaligus mengenal dampak setiap keberhasilan dan kegagalan anak buah. Karena itu, manajer harus mumpuni dalam memberikan penugasan disertai parameter keberhasilan yang jelas. Proses pemberdayaan anak buah akan efektif jika manajer juga mampu memberikan umpan balik, dukungan, dan penghargaan yang seimbang.





BAB III
PENUTUP
 3.1 Kesimpulan
1.      Produktivitas kerja merupakan kondisi untuk mengukur tingkat kemampuan dalam menghasilkan produk: individual, kelompok, dan organisasi. Produktivitas ditentukan oleh dukungan oleh semua sumber daya organisasi yang dapat diukur dari segi efektivitas dan efesiensi, yang difokuskan pada aspek-aspek: 1) hasil akhir (produk nyata) yang dicapai: kualitas dan kuantitasnya 2) durasi atau lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai hasil akhir 3) penggunaan sumber daya secara optimal 4) kemampuan beradaptasi dengan permintaan pasar atau pengguna
2.      Produktivitas dapat dipengaruhi oleh factor internal dan eksternal
3.      Penilaian produktivitas menitikberatkan pada upaya untuk memotret hasil yang telah dicapai secara objektif, sebagai bahan dasar ketika dilakukan pengukuran, sedangkan pengukuran kinerja lebih meneitikberatkan kepada upaya untuk melakukan perbandingan antar hasil yang dicapai dengan rencana atau standar yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dengan demikian bias diketahui kadar atau tingkat ketercapainnya, untuk kemudian dijadikan feedback ataupu feedforward. Ketika pegawai mampu menunjukkan hasil yangs sesuai atau sesuai target berarti mereka memiliki produktivitas tinggi, sedangkan jika di bawah standar maka produktivitas mereka dinilai rendah.
4.      Strategi pembelajaran untuk membangun kinerja produktivitas yang dapat dikembangkan dalam organisasi, sekurang-kurangnya harus memperhatikan aspek-aspek berikut:Relevansi (internal dan eksternal), fleksibilitas, kontinuitas, evektivitas, efesiensi, dan orientasi pada mutu, koordinasi dan tersediannya system, monitoring dan evaluasi.
5.      Ada 3 tipe manusia dalam merespom perubahan: menerima, menolak dan apatis. Respon penolkkan dapat dikurangi melalui komunikasi yang lebih intensif, meningkatkan partisipasi, bantuan dan dukungan, negosiasi, manipulasi dan kooptasi menggunakan power untuk melakukan pemaksaan.




3.2     Saran
Setiap perusahaan, baik perusahaan manufaktur maupun perusahaan jasa dalam pencapaian tujuannya mendapatkan keuntungan (profit oriented) yang sebesar-besarnya dengan pengorbanan (biaya) yang sekecil-kecilnya pada dasarnya semua itu akan diraih dengan strategi pengkatan produktivitas-produktivitas daripada sumber daya-sumberdaya perusahaan (input) dalam penciptaan output yang lebih lebih dari input. Pnguasaan dan pemahaman konsep tentang produktivitas dan manajemen perubahan adalah salah satu konsep strategis yang diperlukan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas perusahaan untuk pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.
Oleh karena itu pemahaman tentang konsep produktivitas dan manajemen perubahan adalah dipandang hal yang sangat penting dalam peningkatan kinerja  suatu perusahaan baik untuk kalangan akademisi, mahasiswa  dan para manajer perusahaan.















DAFTAR PUSTAKA


Cook, Samuel C, (1994). Modern Management, 6th. Edition, Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs, New    Jersey.

Robbins,Stephen P. & Mary Coulter, (1999). Management, Prentice Hall International, Upper Saddle River, New Jersey.

Gray, Jerry m & Frederick A. Starke (1984). Organizational Behavior, Concepts and Applications, Charles E. Merrill Publishing Company, Columbus,.

Winardi (2005). Manajemen Perubahan (The Management Of Change). KENCANA: Jakarta

Gasperesz Vincent, (2000). Manajemen Produktivitas Total:  Strategi Penigkatan Produktivitas Bisnis Global. Jakarta: gramedia.

Kim, W. Chan, & Renee Mauborgne. (2006). Blue Ocean Strategy. Cetakan ke-V. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta

Siagian, Sondang P (2002). Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja, Jakarta: Rineka Cipta.
Artikel dari Internet
http://www.bung-hatta.info/content.php?article.202 (Produktivitas Tenaga Kerja Dari Perspektif Sosial)

syukronali.files.wordpress.com/2010/05/produktivitas-makalah